Ribuan santri baik santri kalong maupun santri mukim dan penduduk setempat mengikuti tradisi kilatan kitab sepanjang ramadhan. Ternyata tradisi ini sudah turun temurun dan masih melekat di lembaga pondok pesantren, terutama pondok pesantren yang salafiyah, dimana mereka mengajarkan kitab kuning kepada santrinya dengan sistem sorogan.
Kyai mengajarkan ilmunya, santri mencari ilmu ditempat dimana ada informasi pengajian kilatan ramadhan. Contoh saja di Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi, ada beberapa ustad dan kyai di pondok tersebut yang membacakan kitab kuning dari mulai bada subuh, waktu duha, bada duhur, bada ashar, dan bada isya. Berbagai santri yang saat ini sedang liburan di pondoknya, untuk menyempatkan mengikuti kegiatan dipondok yang berbeda, ini dilakukan sebagai bentuk menambah guru dan melatih kemandirian santri dan mengenal lingkungan pesantren secara lebih dekat.
Tradisi kyainya memberikan makanan buka bersama sejak awal puasa hingga khataman kitab juga dilakukan, dari mulai pesantren al fadlu kaliwungu hingga di ponpes assalafiyah luwungragi ini. Tradisi ini dilakukan setiap tahun, bagian dari membekali santri baik secara lahiriyah maupun batiniyah,ilmu yang diajarkan semoga berkah dan ilmu yang akan diamalkan supaya manfaat bagi dirinya dan bagi lingkungannya.
Sementara itu, di Kampung Lirboyo Kediri, juga melakukan hal yang sama, tempat terbatas tidaklah menyulitkan bagi para santri yang ingin tabarukan ilmu dengan para masyayih, santri mukim, santri kalong dan ada juga yang santri musiman yang sengaja datang untuk mencari ilmu saat bulan ramadhan saja.
Bermodal sajadah ditaruh di halaman rumah kyai, ataupun bila sudah penuh ya mencari ruang yang kosong dan bisa mendengar bacaan kitab kyainya, mereka begitu khusyu mencatat bacaan kyainya dan ditulis kembali makna kitab yang sudah dibacakan kyainya. Satu persatu dilakukan tanpa ada jeda kosong, jika ada yang kosong mungkin mengantuk atau misalnya ada keperluan tidak hadir, maka nanti akan minta bantuan santri yang hadir, untuk ditambal bacaan yang tertinggal.
Ada juga santri yang sudah paham cara makna kitab tersebut, tapi butuh sanad kitab, sehingga mereka pun harus ikut dari awal pembukaan hingga khataman kitab tersebut, karena ijasah kitab yang dibacakan saat di akhir akan di ijasahkan sebagai bentuk pengakuan secara lahir dan batin antara guru dengan murid. Ada akad yang diucapkan guru dan santri akan menerima pesan gurunya. Wajar saja bila ada ulama khos yang mengaji kitab,maka ribuan santri akan datang untuk mencari ilmu ulama tersebut.
Semoga tradisi ini selalu melekat di lembaga pesantren salaf dan jangan sampai pudar, karena generasi ilmu seperti inilah yang menjadikan nasib bangsa semakin cerdas dan berakhlaqul karimah. Mereka benar-benar ingin belajar secara tekun dan tidak mau melakukan ucapan yang tidak berarti selama bulan ramadhan.
Momentum ramadhan benar-benar dimanfaatkan oleh para masyayih pondok pesantren dan tidak menerima dakwah di media televisi atau pengajian umum. Ilmunya disampaikan secara estafet kepada para pencari ilmu agama dimana merekalah yang akan meneruskan ilmu para nabi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H