Lihat ke Halaman Asli

bahrul ulum

TERVERIFIKASI

Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

ATS Lebih Memilih Jalur Pendidikan Non Formal

Diperbarui: 24 Mei 2018   12:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Workshop Pendidikan/Doc Pribadi

Pemerintah hadir untuk memastikan semua anak belajar di sekolah, hal ini terlihat pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 80 tahun 2013 tentang Pendidikan Menengah Universal (PMU). 

Permendikbud ini digunakan untuk peningkatan capaian pendidikan nasional hingga jenjang pendidikan menengah. Artinya payung hukum rintisan wajib belajar (wajar) 12 tahun. Lewat PMU ini diharapkan ada pencapaian target angka partisipasi kasar (APK) pendidikan menengah di 97 persen pada tahun 2020. Sehingga para lulusan SMP bisa melanjutkan SMA dan sederajat dan mudah masuk ke jenjang perguruan tinggi. 

Tahun 2016, pemerintah juga mengeluarkan regulasi pendidikan lewat permendikbud nomor 19 tahun 2016 tentang Program Indonesia Pintar (PIP), agar usia 6-21 tahun mendapatkan layanan pendidikan sampai tamat satuan pendidikan menengah. 

Kartu PIP ini untuk mencegah peserta didik dari kemungkinan putus sekolah atau drop out atau tidak melanjutkan pendidikan akibat kesulitan ekonomi dan untuk menarik siswa putus sekolah atau tidak mrlanjutkan agar mendapatkan layanan pendidikan baik di SKB, PKBM, LKP dan BLK. 

Hanya saja kendala yang ada tidak semua anak yang drop out atau tidak lanjut sekolah terus kembali ke sekolah mendapatkan kartu KIP secara otomatis. 

Data Susenas tahun 2016 menunjukkan  ada 4,6 juta anak usia sekolah yang tidak bersekolah dan sebaran anak ini jelas ke desa dan kelurahan seluruh Indonesia. Perincian ATS yang tidak sekolah dijenjang SD (7-12 tahun) ada 271.404, SMP (13-15 tahun) 721.645 anak dan SMA (16-18tahun) sebanyak 3,63 juta. 

Dari semua data ATS ( Anak Tidak Sekolah) yang tidak sekolah ini ternyata dominan pada faktor ekonomi, keterpencilan, kecacatan, dan persepsi rendahnya nilai tambah pendidikan menengah. 

Berdasarkan pengalaman implementasi gerakan kembali bersekolah di beberapa kab kota di Indonesia yakni Kabupaten Polewali Mandar, Mamuju di Sulawesi Barat, Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi Selayan, dan Kabupaten Brebes Jawa Tengah. 

Sebagian besar lebih memilih untuk belajar melalui pendidikan non formal dan informal dibandingkan ke formal.  Disamping karena usia ATS yang melampaui kelas/jenjang pendidikan terakhir yang pernah diikuti/ditamatkan. 

Untuk jenjang non formal rata-rata pengelola PKBM memilih pengajuan proposal pokjar ( kelompok belajar) dimana dalam proposal itu sudah melampirkan nama anak yang dikembalikan ke sekolah, biasanya per paket pokjar berkisar antara 25-30  siswa belajar. 

Namun pada tahap implementasi di lapangan jika ada ATS di satu kecamatan yang didata, maka mereka mampu mengembalikan lewat PKBM berkisar antara 10-20 persen dari total baseline. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline