Semakin banyak wirausaha jamban di kab/kota maka dampaknya semakin cepat cakupan kepemilikan jamban. Begitu pula semakin banyak relawan jamban yang tumbuh di tiap desa/kelurahan maka semakin menambah kesadaran masyarakat untuk memiliki jamban, apalagi jika relawan tersebut secara kontinu menyampaikan pesan-pesan singkat dan ada materi sosialisasi pemicuan agar masyarakat yang tadinya tidak mempunyai jamban, akhirnya mau memilikinya.
Aspek pemicu kepemilikan jamban adalah komitmen Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan budgetnya untuk penerima warga miskin, kenapa penulis katakan seperti ini, karena warga miskin ini merasa tidak membutuhkan jamban, mereka untuk mencukupi kebutuhan hidupnya saja sudah susah, apalagi kebutuhan untuk membuat jamban.
Pikiran Plung dadi Plong tidak dipikirkan di mana harus dibuang hajatnya, kalau dekat dengan sungai, maka sungai/kali itulah salah satunya tempat strategis untuk membuang hajatnya, termasuk jika jauh dari sungai tapi dekat dengan pekarangan, maka BABnya lewat plastik yang dibungkus lalu dibuang disembarangan tempat, termasuk buang di pekarangan. Fenomena ini masih terjadi hingga sekarang ini. Kali masih ada WC terapung seperti helikopter, bahkan di beberapa daerah bila rumahnya dekat dengan sungai, dia buat WC di rumah, tapi aliran pembuangannya ke sungai, keren apa keren.......
Penulis pernah menggerakkan beberapa relawan jamban untuk bantu program Pemerintah Daerah, lewat paguyuban jamban sehat atau sedekah jamban sehat, sebuah konsep yang cukup mendidik tentunya, kenapa penulis katakan mendidik, karena tidak menggunakan pola sinterklas. Penerima dilatih untuk mendonasikan juga dana stimulannya, sedangkan para relawan ini akan mencarikan donasi kepada para agniya (dermawan) yang peduli kesehatan agar sedekah atau infaq mereka diterimakan kepada orang-orang yang membutuhkan dan mereka benar-benar ekonominya susah (Keluarga Sangat Miskin). Stimulan dengan besaran Rp 500ribu bagi penerima dan Donatur/Pemberi Dana menyerahkan per sasaran juga Rp 500 ribu, dengan dana Rp. 1 juta maka bisa diwujudkan jamban sehat tersebut. Hampir sudah ratusan jamban dengan pola seperti ini.
Namun ada juga model Paguyuban Jamban Sehat yang dirintis oleh Dinas Kesehatan Brebes, dimana beberapa personil mereka menggalang donasi yang dikumpulkan di bendahara, dana secara sukarela dimasukan dalam buku kas, pengeluaran yang ada tercatat dan siapa saja penerimanya akan dipublikasikan di group mereka. Aspek transparansi begitu kental dan mereka merasakan seperti ada hubungan yang kuat dalam upaya menggerakan derajat kesehatan terutama dalam kepemilikan jamban. Dana yang terkumpul kemudian didonasikan kepada penerima dan mereka laporkan dari mulai perincian beli bahan baku dan bayar tukang hingga sampai foto pendukungnya.
Sebagai contoh untuk mewujudkan 4 jamban di salah satu desa dibutuhkan dana Rp. 2 juta maka rincian anggaran dananya sebagai berikut :
Closet 4 bh rp 340.000
Semen 9 sak rp 469.500
Pralon 3" 11 btg rp 357.500
Pralon 3/4" 4 btg rp 36.000
Besi cor 8 btg rp 160.000
Pasir 2,5 rit rp 500.000
Knie 3" 11 bh rp 33.000
Knie 3/4" 4 bh rp 11.500
Knie T 3" 5 bh rp 20.000
Knie T 3/4" 4 bh rp 11.500
Bambu 8 btg rp 120.000
TOTAL rp 2.059.000,- Sisa kas per 31 Januari 2017 rp 6.018.900,-
Menurut Penulis model seperti ini sangatlah baik dan perlu di replikasikan di beberapa kab/kota, kata kunci adalah ada pelaksana/relawan yang mampu dan cakap untuk merealisasikan jamban tersebut, ada penerima, ada stimulan, ada donatur dan ada kemauan keras bahwa semua warga yan memiliki rumah harus punya jamban, Stop Buang Air Besar Sembarangan. Sudah tidak jaman nya buang air besar di sembarangan tempat, jika anda lakukan BAB sembarangan ikutnya dholim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H