Lihat ke Halaman Asli

Mari Menulis untuk Kartini

Diperbarui: 10 November 2017   04:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona


Tulisan ini bukan bermaksud mengangkat tema Semangat nasionalisme Kartini atau bagaimana  perempuan kelahiran jepara pada tanggal 21 april 1879 ini berjuang. Namun tulisan ini untuk melirik satu nilai di balik tinta penah yang tercoret di atas kertas lalu di kirimkan kepada teman-temannya. Iya, kekuatan sebagai seorang penulis dan bagaimana ia memilih untuk membebaskan kaum perempuan dari kungkungan tradisi feodal.
Citra mustikawati dalam hasil penelitiannya yang berjudul Pemahaman Emansipasi Wanita Dalam Pemikiran R.A Kartini (2015,hlm 70)  menyimpulkan bahwa perjuangan  emansipasi wanita yang di perjuangkan Kartini adalah dengan menulis. Kemudian Prammodiya Ananta Toer menyimpulkan bahwa Kartini menjadi tokoh bukan karena ia mengangkat senjata, bukan juga karena ia pintar berorasi di atas podium melainkan karena ia  menulis.

Melalui tulisan dalam bentuk surat kepada teman-temannya, ia mengungkapkan keinginan besarnya untuk meruntuhkan sebuah tembok besar dalam dunia patriarki jawa di abad ke 19. Melalui tuisannya pula kita dapat memahami bagaimana  nasib perempuan bangsa Indonesia ketika semangat nasionalisme masih berumur jagung. Terkurung dalam  hukum adat istiadat hingga mereka lupa bahwa meski mereka   adalah perempuan, mereka juga manusia. Ia benar-benar sang pembawa obor kebebasan bagi kaum perempuan bangsa Indonesia. Bagi saya, ia menjadikan pena sebagai senjata sekaligus menunjukan kecerdasannya kepada orang-rang yang menganggap ia dan kaumnya  lemah.

Bagaimanapun juga ia dikenal karena dia menulis.  Sementara keberaniannya  menjadi satu hal yang sulit di tela. Seharusnya ia takut dan mengikuti hukum adat yang berlaku seperti perempuan pada umumnya di kala itu. Namun ia justru memilih untuk keluar dari keterpenjarahan  dan di waktu yang sama, ia adalah satu-satunya perempuan jawa yang berani mengatakan tidak pada perintah kaum laki-laki dalam konteks feodalisme. Apa yang membuat ia begitu bernyali? Karena keyakinan. Ia benar-benar yakin bahwa  takdir perempuan bukan  sudah di atur demikian. Perempuan juga memiliki kelebihan yang harus di apresiasi oleh laki-laki. Perempuan juga bisa menjadi orang cerdas dan mengatur orang banyak. "Perempuan juga harus pintar. 

Oleh karena itu pendidikan juga harus memberikan ruang untuk perempuan. Jika pendidikan formal tidak memberikan ruang untuk perempuan jawa, maka saya harus membangun system pendidikan dengan cara saya sendiri. hal yang paling mungkin adalah membangun sekolah untuk perempuan.(Tulisnnya kepada Stella)
Keyakinan-keyaninan itu begitu kuat terpatri dalam hatinya.  Keyakinan  juga yang mengantarkan ia pada tumpuan buku bacaan untuk  mencari cara ekspresinya. Melalui bukulah, kartini  menyusun rencana dan mengumpulkan keberanian untuk melawan pada sesuatu yang di anggap salah.    

Kini Perjuangannya telah menjadi euforia di masa dua abad yang lalu, namun  hasil perjuangannya benar-benar di nikmati oleh perempuan Indonesia dari segala aspek baik Politik, pengusaha, dokter, bahkan angkatan bersenjata pun kita temukan partisipasi perempuan di dalamnya. Lantas bagaimana ia di kenal di kalangan kaumnya? Satu hal yang paling mungkin kita katakan adalah perempuan Indonesia telah bebas dan ada beberapa di antara mereka melupakan siapa yang membebaskannya.
#salamharipahlawan
10 november 2107

Imran husen




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline