Lihat ke Halaman Asli

Tentang Hidup

Diperbarui: 9 November 2017   01:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

TENTANG HIDUP

7 juni 2016

Lagit tak begitu gelap. Beberapa cahaya bintang masih terlihat di ufuk sana. Sementara  di masjid terpecah suara adzan sebagai tanda waktu subuh telah tiba. Dengan  tenang ku langkahkan kakiku menuju sumber suara itu sambil menunduhkan kepalahku. Hari ini adalah hari kedua ramadhan. Sebuah kesempatan bagi umat islam untuk mengsucikan diri mereka dari bentuk kehilafan dan ketidaksengajaan atas tindakan dan perkataan yang mungkin saja mendatangkan dosa. Khusunya aku sendiri,  akhir-kahir ini kondisi jiwaku menjadi menjadi tenang. 

Aku merasa seolah-olah telah keluar dari jebakan kehidupan. Sebenarnya aku tak terlalu mengerti tentang perubahan ini tepatnya bagaimana aku bisa seperti ini.  Ada sesuatu yang tak mampu ku definisikan di sana. Ah,, tak apalah.. yang jelas aku lebih senang dengan kondisi jiwaku seperti ini. Setidaknya ia lebih baik dari aku sebelumnya yang selalu di hantui berbagai macam keinginan yang terkadang membuat aku benar-benar bingung dan terjebak. Aku tak membahas perubahan itu. Selebihnya  mungkin terwakili dalam tulisanku di bagian lain tentangaku yang berubah secara serentak.

Kali ini aku ingin membahas kehidupan. Aku ingin menulis tentang hidup yang mungkin sangat sederhana namun sangat sulit pula mengartikannya. Memang, di luar sana begitu banyak pemikiran, penafsiran atas makna tentang kehidupan yang  terkadang semua itu berdasarkan pengalaman mereka sendiri maupun orang lain. Jika soal kehidupan, aku sangat mengagumi kalimat pramoedya ananta toer. Disela-sela kehidupannya yang di asingkan oleh  penguasa yang zalim, tangannya begitu lincah mengaktualisasikan seluruh makna yang melayang-layang di dalam imajinasinya. 

Salah satu bukunya, ia pernah menulis bahwa " hidup itu sederhana. Yang sulit adalah kita yang memaknai kehidupan itu sendiri." Kalimat ini begitu menggema kedalam diriku dan memancing saraf otakku hingga memaksanya menyelusuri patahan-patahan pengalaman kehidupan yang pernah ku alami maupun yang aku saksikan selama  hidupku dan berusaha sekuat tenaga untuk menafsirkan semuanya. Dan seperti biasa, ada pengalaman-pengalaman tertentu yang tak mampu aku tafsirkan. Begitulah diriku. Jika anda membaca seluruh tulisanku, anda pasti menemukan benang merahnya bahwa aku tak lebih dari seorang pria sederhana yang semakin hari semakin tenggelam kedalam tumpukan-tumpukan novelyang di tulis oleh penulis dari timur indonesia hingga timur tengah.

Tapi hari ini aku tidak menjadikan pramoedya ananta toer  sebagai kerangka penafsiran tentang kehidupan. Kali ini biarkan aku menelusuri sesuatu yang hidup lewat cerama singkat pak imam seusai sholat subuh di  hari kedua ramadhan ini. Pria tua yang berdiri tepat di depan puluhan makmum yang tak lain hanyalah ingin menyampaikan beberapa pesan yang begitu subtantif dan menggetarkan. Jujur, aku  terharu dengan pria tua itu. Terlihat jelas kulitnya yang hitam keriput termakan oleh kejamnya kehidupan. Entah terbakar matahari atau terlalu banyak memikul beban keluarganya yang aku tidak  terlalu tahu. Namun yang kulihat adalah keberaniannya untuk menasihati kami di masjid itu. 

Dengan kata yang tak tersusun rapih, ia berkata "aku meminta beberapa menit untuk menyampaikan satu nasehat kepada jama' sekalian bahwa hidup itu sudah ada dan yang kita lakukan adalah mencarinya. Kita akan menjadi orang yang sombong jika menganggap hidup adalah tentang diri kita dan penumpukan harta semata. Kita boleh mejadi orang kaya, namun jika tidak memiliki iman maka sama halnya dengan tidak menghasilkan apa-apa." Aku bisa menangkap keseriusan baliau meskipun terlantun begitu polos dari mulutnya. Seorang pria yang berdirinyapun tak lagi setegak manusia normal namun masih memiliki kesadaran atas dakwa kepada sesama manusia. Bagiku ia adalah representasi dari semangat  dakwa yang benar-benar sempurna.

Setelah kata wassalam di ucapkan sebagai penutup nasehatnya, terdengar suara bisikan dari arah belakangku.  Beberapa anak muda seumuran denganku saling berbisik sambil

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline