"Anda bukan buat main disini, makanya harus lengkap bahannya !!!!"---M Nasir, Anggota DPR RI komisi VII (F-Demokrat).
Begitulah cuplikan kemarahan anggota DPR RI Komisi VII dari Partai Demokrat, Muhammad Nasir. Makian ini ditunjukan kepada Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM), Orias Petrus Moedak.
Tak hanya memarahi, Nasir juga mengancam akan menyurati Menteri BUMN Erick Tohir untuk mencopot posisi Orias sebagai Dirut INALUM. Sontak kemarahan M Nasir menghiasi ruang diskusi-diskusi publik.
Kemarahan ini memang bukan tanpa alasan. M Nasir pada saat itu sedang mengajukan pertanyan kepada Orias mengenai skema pendanaan yang diambil oleh INALUM untuk melanjutkan operasinya, yang salah satunya adalah operasional PT Freeport Indonesia.
Pada saat itu, Orias mengatakan bahwa INALUM akan menerbitkan utang baru dengan mencetak Global Bond atau surat obligasi yang dijual secara global di seluruh dunia senilai US$ 2.5 Milyar atau setara dengan Rp 37.5 Triliun.
Mendengar kata utang, M Nasir lantas mulai mencecar Orias mengenai kemampuan INALUM untuk membayar hutangnya. Lebih lanjut, Nasir mempertanyakan jaminan yang diajukan INALUM dalam berhutang.
Orias menjawabnya dengan santai saja. Ia menjelaskan bahwa utangnya akan dikembalikan dalam beberapa trance, "Jadi ada yang 3 tahun, 5 tahun, 10 tahun, dan 30 tahun".
Nah didalam poin ini Nasir mulai memperlihatkan kegarangannya. Ia seolah tak bisa memahami penjelasan Orias tadi. Ia merasa tugas Orias seharusnya memastikan bahwa INALUM tidak berhutang lagi, bukan menambah utang.
Dari situlah kemarahan Nasir memuncak. Nasir khawatir bila INALUM tidak mampu membayar utangnya, bisa jadi aset PT INALUM akan disita, salah satunya tambang terbesar di dunia Grasberg Mine yang terletak di Tembagapura, Papua.
Dari skenario yang terjadi ini, timbul pro kontra di antara masyarakat. Ada yang setuju dengan tindakan M Nasir, ada juga yang tidak setuju. Lantas bagaimana sebenarnya kita menyikapi utang INALUM ini? Apa yang bisa kita amati dari kasus ini?