Gaya kepemimpinan dan kemampuan manajemen konflik Jokowi sulit ditebak namun perlahan tapi pasti mulai jelas pada pandangan mata sebagian besar pengamat.
Mengapa KMP yang awalnya berniat "melepas" kasus Novanto kemudian melakukan perubahan sikap dengan "mengawal" kasus ini secara total hingga titik darah terakhir?
Mudah ditebak alasan utama KMP membela Setya Novanto adalah karena posisi Ketua DPR merupakan SATU-SATUnya jabatan strategis yang dimiliki oleh KMP saat ini. Mustahil bagi KMP tanpa jabatan tanpa dukungan dapat menjegal setiap langkah Jokowi.
Jika kasus Setya Novanto adalah langkah strategis yang dapat memberikan pukulan telak bagi KMP mengapa sampai saat ini Jokowi belum mengambil tindakan nyata?
Jawabannya sederhana, kasus Setya Novanto Vs Sudirman Said melibatkan banyak pihak, walaupun Sudirman Said yang melaporkan kasus ini namun sebenarnya posisi SS hanya sebagai pemantik api. Terlepas dari kesalahan prosedural hampir tidak ada ancaman hukum yang menanti Sudirman Said. Jabatan Sudirman Said berada dibawah kewenangan Jokowi sepenuhnya. Berbeda halnya dengan Setya Novanto, ia tidak hanya mempertaruhkan dirinya, namun juga mempertaruhkan jabatannya, kepentingan dan elektabilitas partainya. Meski ia dapat lolos dari MKD ia masih dapat dieksekusi oleh KPK, Polri, dan Kejaksaan. KMP dan Setya Novanto jelas akan keteteran, berdarah-darah, dan terkuras kantong dan tenaganya.
Selain itu pertarungan para pendukung Setya Novanto dan Sudirman Said tidak berdampak apa-apa bagi Jokowi. Pembela Setya Novanto jelas merupakan lawan politik Jokowi. Di sisi lain pendukung Sudirman Said, yakni 02, 03 jelas merupakan duri dalam daging bagi Jokowi.
JK sering muncul dengan pernyataan ambigu dan kontraditifnya, pada satu kesempatan menyatakan presiden marah dicatut namanya namun pada kesempatan yang lain ia juga menyerang Sudirman Said yang bertindak terlaluh jauh dan tanpa restu dari presiden. Luhut Panjaitan walaupun namanya berkali-kali disebut ia tidak sedikitpun menunjukkan ekpresi marah apalagi mengambil tindakan hukum, mantan militer (apalagi Kopassus) biasanya akan melakukan respon cepat ketika sesuatu menyerang atau merugikan dirinya. Tindakan diam jelas perlu mendapat perhatian. Bahkan ia terkadang ia ingin meredakan ketegangan yang terjadi dengan statemen "jangan membuat kegaduhan politik".
Dimana-mana harus gaduh biar tikusnya bisa muncul (Rizal Ramli).
Patut untuk meyakini jika kasus Setya Novanto bukanlah kejadian insidensial yang muncul secara spontan. Hal ini mengingat Kontrak Freeport paling cepat dapat dilakukan pada tahun 2019 berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sudirman Said tidak akan sebodoh dan senekat yang kita bayangkan. Freeport adalah perusahaan multinasional. Mustahil Sudriman Sadi bertindak tanpa restu dan sepengetahuan atasannya.
Sudirman Said melempar isu kemungkinan negosiasi kontrak, "si pedagang" melihat peluang bisnis untuk mendapatkan fee atau sebut saja saham. Bisa jadi "si pedagang" masuk perangkap. Apalagi jika melihat latar belakangnya. Ia masuk dunia politik karena hartanya, jelas naluri bisnisnya lebih besar dari naluri politiknya.
Saya teringat kembali pada ucapan salah satu prof saya dulu "Kenapa Freeport sering gaduh? Jawabnya sederhana, ibarat piring kegaduhan terjadi karena terlalu banyak sendok yang berebut isi piring tersebut" Ucapan ini saya dengar sekitar 2 atau 3 tahun yang lalu, baru saat ini saya yakini kebenarannya.