Lihat ke Halaman Asli

Rindu Ayah (Versi Cerpen)

Diperbarui: 25 Maret 2016   16:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam itu hujan menemani. Tak seperti biasanya. Malam-malamku hanya berteman sepi. Aku rindu tetesan lembut itu. Tetesan dingin air hujan. Menetes berirama. Menghibur hatiku yang gundah. Sama rasanya seperti rinduku kepada ayah. Rindu kecupan bibirnya di dahiku. Rindu belaian hangatnya. Rindu tawanya. Rindu kata-kata lembutnya. Rindu nafasnya yang menyejukkan hati. Rindu panggilannya yang membuatku merasa ada di dunia ini. Rindu kasih dan sayangnya. Rindu tetesan air hangat di pipinya ketika malam mulai mendingin. Rindu namanya. Rindu ayah.
 ¤
 Hari itu begitu dekat. Hari yang ku tunggu sejak 3 Tahun terakhir ini. Aku bosan dengan ejekan “anak kecil” yang setiap hari kudengar hanya gara-gara seragam putih biru yang masih melekat di tubuh mungilku. Ya, masa-masa SMP yang membosankan.

Ujian akhir tinggal sejengkal lagi. Dalam hitungan jari, aku akan segera melempar seragam biru putih ini. Tapi mungkin seragam ini akan kuberikan kepada orang yang tak mampu. Karena aku tak dididik seperti mereka yang suka coret-coret seragam. Nilai akademik mereka hangus karena mereka tak punya otak. Membuang baju hasil keringat orang tua.

Bodoh!

Aku tak sebodoh mereka.
 Otakku mulai mendidih. 3 bulan ini serasa tiga tahun. Belajar siang malam. Kalau boleh jujur, semua itu ku lakukan karena paksaan guru. Mungkin mereka tak pernah belajar psikologi anak dan cara belajar yang baik. Harusnya, belajar yang baik harus di mulai dalam kondisi alfa. Rileks. Tanpa beban.

Aku tak mengerti. Apakah guru-guru itu tak tahu, atau pura-pura tak tahu. Mereka tetap saja memaksa anak kelasku untuk belajar dan belajar. Padahal tak satu pun pelajaran yang masuk ke otakku. Mereka sama bodohnya dengan si anak tukang coret.

B-O-D-O-H ! ! !

Hari itu tinggal dua hari lagi. Untung saja mereka memberiku hari tenang untuk mendinginkan kepalaku yang mendidih ini. Oh nikmatnya!

Soal-soal latihan itu kulupakan sejenak. Aku ingin meresapi hari-hari santai yang lama tak kutemui sejak 3 bulan ini. Indahnya bulan malam!

2 hari yang begitu indah. Aku merengek pada adikku agar dia meminjami video Gamenya, “kakak janji hanya untuk 2 hari ini saja, nanti kamu aku beliin mainan deh.” Dengan muka kesalnya dia terpaksa meminjamiku. Oh senangnya!

Setelah mataku mulai bosan dengan gambar bergerak itu. Aku keluar, menikmati buaian angin. Memanjakan mataku dengan bintang berbaris. Membeli ice cream termahal saat itu.

MAGNUM!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline