Lihat ke Halaman Asli

Tuhanku Dipreteli

Diperbarui: 25 Maret 2016   15:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="gambar ini diambil pada saat mati lampu"][/caption]Katanya tuhan itu ada tapi kok tak terlihat? Katanya tuhan mengabulkan doa tapi kok doa saya tak dikabulkan? Katanya tuhan yang menciptakan segala sesuatu, terus yang menciptakan tuhan siapa?

Tak dapat dipungkiri, diskusi seputar filsafat semakin marak di kampus, organ-organ mahasiswa memberikan porsi tersendiri untuk membincangkan tema tersebut, sehingga tak jarang kita temukan, di sudut-sudut kampus  orang berdiskusi seputar tema tersebut.

Pertanyaan seperti  “ apakah tuhan itu ada?” sudah menjadi sarapan pagi para mahasiswa yang bergelut di dunia pemikiran. Mereka telah berhasil mempreteli tuhan dengan daya kritisnya. Tapi sangat disayangkan, keberhasilan mereka hanya sebatas wacana.

Tujuan Mereka mendiskusikan tuhan bukan untuk mendekatkan diri kepadanya tapi agar kelihatan cerdas dan jago berdiskusi. Padahal teori filsafat mengajarkan kita untuk mengenal tuhan secara mendalam dan berusaha konsisten menjalankan perintahnya.

Sungguh sangat aneh apabila kita mengetahui bahwa tuhan itu ada, yang menciptakan alam semesta beserta isinya adalah dia, orang yang mematuhi perintahnya akan mendapat kedamaian di akhirat, tapi kita tidak terdorong untuk melaksanakan hal-hal yang diwajibkan. justru yang kita lakukan adalah hal-hal yang dilarang. Seharusnya pengetahuan tentang “tuhan itu ada” mengantarkan kita menuju penghambaan sejati bukan sebaliknya.

Pada dasarnya, tuhan tidak butuh dibedah dan dikaji cukup kita mengetahui bahwa dia ada. Karena sampai kapan pun dan sehebat apapun manusia, dia tak akan pernah mengetahui tuhan sebagaimana dia tuhan.

Kita hanya dituntut untuk mengharmoniskan jalin cinta kasih antara kita dengan tuhan dan kita dengan manusia. Menyelaraskan hubungan individual antara hamba dengan tuhan nya dan hubungan sosial antara hamba dengan hamba yang lain.

Begitu banyak manusia yang membicarakan tuhan tapi sangat sedikit yang menyembahnya. Begitu banyak orang yang menyembahnya tapi sangat sedikit yang meniru sifat rahman dan rahimnya tuhan. Hitamnya jidad bukanlah tolak ukur seseorang dikatakan ahli ibadah. Hanya orang-orang yang bersegera menyucikan dirinya dengan air wudu lalu melaksanakan salat ketika mendengar azan dan berbuat baik kepada orang di sekitarnya yang masuk dalam kategori ahli ibadah. Sebagaimana yang dijelaskan dalam surah Al-Ma’un.

Saya teringat salah satu ungkapan yang menarik untuk direnungkan. Ungkapan itu sebagai berikut:

“Para teolog membahas tuhan dan mengatakan ia begini dan begitu, seolah tuhan itu seperti itu, padahal tuhan sendiri bilang, dia tak seperti ini dan tak seperti itu.
 Para filosof membicarakan tuhan, padahal mereka sendiri yang bilang, bahwa wujud tak dapat didefinisikan (dipahami). Para urafa mabuk, mereka semua seolah-olah tahu batasan dari tuhan yang tak terbatas, namun ada seseorang yang berjalan dengan kesendirian. Mencari cara agar dapat mengamit lengan si miskin dan si sakit sambil berbicara di telinga mereka, bahwa aku mencintai kalian

Begitu banyak orang yang berbicara dan menyembah tuhan, tapi sedikit yang meniru pekerjaan tuhan. Seseorang mungkin saja dapat beribadah semalam suntuk, atau bertafakkur berhari-hari. Tapi tidak semua mampu mempersembahkan hari-harinya untuk membantu semama yang sedang dalam kesusahan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline