Lihat ke Halaman Asli

Malaikat yang Sakit Jiwa

Diperbarui: 23 Maret 2016   08:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Dokter dan Perawat sedang Senam Pagi."][/caption]Betulkah para perawat adalah malaikat tanpa sayap yang menyelamatkan masyarakat dari cengkraman maut? Atau mereka tidak ubahnya seperti konglomerat yang memanfaatkan status sosialnya untuk kepentingan pribadi tanpa memperduliakan orang disekitarnya?

Saat aku berada dipuskesmas samata, terlihat sekelompok masyarakat kecil dengan kartu BPJS di tangannya sedang menikmati  goyang pinggul yang dipertontonkan para perawat dan dokter. Mereka terpaksa menyaksikan pertunjukan itu karena tak ada yang melayani. Daripada pulang kerumah, mending menunggu para petugas puskesmas selasai senam pagi.

Rasa haru menyelimutiku saat melihat seorang gadis kecil berusia 2 tahun menangis merontah-rontah. Entah dia menagis karena tak kuat melawan rasa sakit yang dialaminya atau ada faktor lain, tapi yang pastinya badan gadis mungil itu sangat panas. Ibunya hanya bisa berkata, “ cup,cup,cup. Tunggu ya nak, dokternya lagi senam pagi”

Rasa cemas bercampur haru mengantarkanku pada seorang perawat yang duduk diatas motor MIO. Aku mempertanyakan mengenai pelayanan di tempat itu. dan kenapa para dokter lebih memilih senam pagi ketimbang melayani pasiennya. Gadis berkerudung coklat itu hanya berkata “ setiap sabtu pagi, perawat maupun dokter malakukan senam pagi karena itu merupakan program dari puskesmas”.

Yaa, ini merupakan penyakit jiwa yang merusak nilai-nilai kemanusian. Para dokter yang seharusnya menomor satukan pasiennya justru lebih mementingkan senam pagi. Sungguh sangat meprihatinkan, orang-orang seperti mereka yang dibayar mahal oleh negara untuk melayani masyarakat justru lebih mementingkan hal-hal lain daripada tanggun jawabnya. Negara ini bukan untuk mereka yang kerja sedikit tapi menuntut banyak upah. Negara ini untuk masyarakat dan kaum intelektual yang sadar akan nilai universal.

***

Saat mentari menampakkan dirinya di ufuk timur, semesta alam bersorak gembira menyambut cahayanya. Embun pagi membasahi bumi yang indah dengan sejuta rahmat. Kesegaran air memperbaharui semangat beraktivitas.

Tapi sangat disayangkan, indahnya nuansa pagi berlalu tanpa meninggalkan jejak dalam diriku. Sakit gigi yang menjadi sahabat karib selama dua Minggu ini melarangku untuk ikut serta  menyaksikan keindahan mentari pagi. Aku hanya bisa terdiam dalam kamar menikmati sakit gigi. Asam Penamat, Amoxicillin yang diresepkan Dokter, ditambah lagi  AlBotil dan Ponstan telah bersemayam dalam perut tapi rasa sakit tak kunjung pergi meninggalkanku.

Akhirnya aku kembali ke puskesmas dengan niat mencabutnya. Sebelumnya, aku sudah pernah periksa gigi di puskesmas Kec. Romang Opu. Saat itu, aku hanya diberi resep obat dan disarankan agar kembali ketika obat asam penamat dan Amoxicillin yang diresepkan tersebut sudah habis diminum.

***

Sabtu, 30 Januari, Minggu kemarin, pertama kalinya aku memeriksa gigi di Puskesmas itu. saat itu, aku dan beberapa pasien lainnya harus menunggu dari jam 07:30 sampai 08:30 karena pihak registrasi sedang senam pagi di halaman Puskesmas. Hanya tukang parkir yang ditugaskan menjaga di ruangan pengambilan kartu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline