F-15, pesawat tempur multifungsi yang dikembangkan dalam berbagai varian, telah berevolusi menjadi salah satu platform udara paling penting dalam sejarah militer modern. Salah satu model utamanya, F-15E Strike Eagle, pertama kali mengudara pada Desember 1986 dan dirancang untuk misi gabungan udara-ke-udara dan udara-ke-darat. Pesawat ini memainkan peran kunci dalam berbagai operasi, seperti Operation Desert Storm tahun 1991, dengan kemampuan membawa berbagai jenis persenjataan, termasuk bom presisi seperti GBU-28 Bunker Buster. Dengan kecepatan hingga Mach 2.5 dan radius tempur sekitar 1.100 mil laut, pesawat ini menggunakan teknologi avionik era 1980-an dan sering digunakan sesuai Pasal 51 Piagam PBB terkait hak pembelaan diri kolektif. Sementara itu, varian terbaru, F-15EX Eagle II, mulai dikembangkan pada tahun 2020 untuk memenuhi tuntutan modernisasi armada tempur Amerika Serikat. Pesawat ini dilengkapi teknologi mutakhir seperti radar AESA, sistem pertahanan elektronik EPAWSS, dan kokpit digital dengan Large Area Display (LAD). Kapasitas senjata yang superior memungkinkan F-15EX membawa hingga 12 rudal udara-ke-udara atau senjata canggih lainnya, termasuk rudal hipersonik. Dalam pengembangannya, platform ini tetap terikat pada Traktat Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT), terutama dalam konteks pengangkutan senjata hipersonik yang memiliki potensi untuk membawa muatan nuklir. Kombinasi inovasi teknologi dan relevansi hukum ini menjadikan F-15 sebagai salah satu ikon kekuatan udara global.
F-15E Strike Eagle dan F-15EX Eagle II memiliki perbedaan signifikan yang mencerminkan perkembangan teknologi dalam beberapa dekade terakhir. Dikembangkan pada 1980-an, F-15E Strike Eagle menggunakan sistem avionik analog yang lebih terbatas dibandingkan dengan F-15EX Eagle II, yang diperkenalkan pada tahun 2020 dengan teknologi digital berbasis data. Dalam hal daya angkut senjata, F-15E memiliki kapasitas maksimum hingga 24.000 pon, sementara F-15EX mampu membawa hingga 29.500 pon. Radar Pulse-Doppler pada F-15E telah digantikan dengan radar AESA pada F-15EX, yang menawarkan kemampuan deteksi yang lebih canggih. Selain itu, F-15E menggunakan sistem elektronik konvensional, sedangkan F-15EX dilengkapi dengan sistem EPAWSS yang memungkinkan perlindungan elektronik lebih efektif, seperti jamming dan identifikasi ancaman. Perbedaan utama lainnya terletak pada integrasi senjata, di mana F-15EX dapat membawa senjata hipersonik, menjadikannya lebih adaptif untuk tantangan medan perang modern.
F-15EX Eagle II memiliki implikasi strategis dan hukum yang signifikan dalam konteks keamanan internasional dan aturan penggunaan kekuatan militer. Dengan keunggulan teknologinya, seperti radar AESA dan sistem EPAWSS, pesawat ini memberikan keunggulan operasional dalam konflik berintensitas tinggi, namun keberadaannya juga dapat memperburuk perlombaan senjata, yang bertentangan dengan Pasal 1 Piagam PBB yang bertujuan menjaga perdamaian dunia. Dalam penggunaannya di wilayah udara internasional, kemampuan pengintaian dan penyerangan F-15EX harus mematuhi Konvensi Chicago 1944, yang melarang pelanggaran wilayah udara negara lain tanpa izin. Selain itu, jet ini berpotensi mengangkut rudal hipersonik, sehingga penggunaannya tunduk pada Perjanjian START Baru antara Amerika Serikat dan Rusia, yang membatasi pengembangan senjata strategis demi mencegah eskalasi ketegangan global.
F-15E Strike Eagle dan F-15EX Eagle II merepresentasikan perkembangan signifikan dalam desain pesawat tempur modern, dengan F-15EX menghadirkan teknologi mutakhir yang membawa Angkatan Udara Amerika Serikat menuju babak baru peperangan udara. Namun, kemajuan ini juga menghadirkan tantangan kompleks, baik secara hukum maupun geopolitik. Di satu sisi, dominasi militer yang ditawarkan harus diimbangi dengan komitmen terhadap prinsip-prinsip hukum internasional, termasuk Pasal 2(4) Piagam PBB, yang melarang ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap integritas wilayah atau kemerdekaan politik negara lain. Akhirnya, meski F-15EX menjadi lambang inovasi teknologi dan kekuatan militer, pertanyaan mendasar yang muncul adalah apakah dunia siap untuk menghadapi dampak dan tanggung jawab yang menyertai penggunaannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H