Lihat ke Halaman Asli

Pena Kusuma

Mahasiswa Fakultas Hukum

Peningkatan Kapabilitas Militer China: Pengembangan Mesin WS-15 pada Jet Tempur J-20

Diperbarui: 17 September 2024   07:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: AERIAL WARRIOR

Pengembangan mesin WS-15 untuk jet tempur siluman J-20 merupakan langkah penting dalam memperkuat kapabilitas militer China, terutama dalam kekuatan udara. Penggantian mesin WS-10 dengan WS-15 pada J-20 memberikan peningkatan kinerja yang signifikan, termasuk kemampuan supercruise yang memungkinkan pesawat mempertahankan kecepatan supersonik tanpa afterburner. Ini adalah salah satu indikator utama dari pesawat tempur generasi kelima, yang juga mengurangi tanda inframerah dan meningkatkan kemampuan stealth pesawat dalam pertempuran udara modern.

Dari perspektif hukum internasional, peningkatan kapabilitas ini dapat dianalisis dalam konteks kepatuhan terhadap regulasi global dan perlombaan senjata. Salah satu instrumen hukum yang relevan adalah Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons (NPT), yang meskipun fokus utamanya pada senjata nuklir, juga memiliki implikasi lebih luas terhadap stabilitas regional dan perlombaan senjata.

Pasal VI NPT mengharuskan negara-negara pihak untuk berkomitmen dalam negosiasi yang bertujuan pada perlucutan senjata umum dan lengkap. Dalam konteks pengembangan teknologi militer, meskipun WS-15 tidak berkaitan langsung dengan senjata nuklir, kemajuan ini tetap dapat meningkatkan ketegangan geopolitik, terutama di kawasan Asia-Pasifik yang sensitif terhadap perubahan keseimbangan militer.

Foto: AP Photo/Kin Cheung, File

Peningkatan kemampuan manuver dan jangkauan J-20 berkat mesin WS-15 memperkuat posisi China dalam mengklaim kedaulatan di wilayah sengketa seperti Laut China Selatan. Berdasarkan Pasal 87 dan Pasal 94 Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), negara berdaulat berhak mempertahankan wilayah udaranya, namun juga harus memastikan aktivitas militernya di perairan internasional tidak melanggar prinsip kebebasan navigasi dan keselamatan penerbangan. 

Penggunaan J-20 dengan mesin WS-15 yang lebih canggih dapat menimbulkan masalah hukum jika China menggunakannya untuk memproyeksikan kekuatan secara agresif di wilayah sengketa, yang dapat melanggar ketentuan UNCLOS yang telah diratifikasi oleh banyak negara, meskipun China memiliki interpretasi berbeda tentang batasan wilayah lautnya.

Perkembangan mesin WS-15 juga berpotensi memengaruhi stabilitas kawasan, terutama di mana Amerika Serikat dan sekutunya seperti Jepang dan Korea Selatan telah menempatkan pesawat generasi kelima seperti F-35. Berdasarkan Pasal 51 Piagam PBB, yang mengatur hak negara untuk membela diri secara individual maupun kolektif, negara-negara ini dapat menggunakan ketentuan tersebut untuk membenarkan peningkatan aliansi militer mereka sebagai respons terhadap ancaman yang meningkat dari kekuatan udara China yang lebih canggih.

Pengembangan mesin WS-15 yang dilengkapi dengan teknologi thrust vector control (TVC) dapat memberikan J-20 kemampuan manuver yang lebih unggul dibandingkan pesawat tempur generasi kelima lainnya seperti F-35. Namun, Traktat Kontrol Teknologi Rudal (MTCR) yang bertujuan mencegah proliferasi teknologi rudal dan kendaraan peluncur, menetapkan batasan yang dapat mempengaruhi transfer teknologi dan ekspor mesin canggih seperti WS-15, terutama ke negara-negara non-anggota MTCR. Pasal 6 MTCR, misalnya, mengharuskan negara untuk tidak membantu pengembangan sistem senjata yang dapat mengancam keamanan internasional. Meskipun WS-15 adalah produk domestik China, ekspor atau penggunaan teknologinya di luar batas hukum internasional dapat menimbulkan masalah dalam diplomasi dan kontrol senjata global.

Pengembangan WS-15 secara teknis mencerminkan upaya China untuk mencapai kemandirian dalam teknologi militer. Kemandirian ini dijamin oleh berbagai ketentuan dalam Undang-Undang Pengendalian Ekspor Republik Rakyat Tiongkok yang mulai berlaku pada tahun 2020, yang mengatur ekspor teknologi dan peralatan militer yang dapat mempengaruhi keamanan nasional. Pasal 12 undang-undang ini menyatakan bahwa China memiliki hak untuk membatasi ekspor teknologi yang dapat mengancam keamanan dan stabilitas internasional. Namun, penerapan hukum ini menghadapi tantangan, terutama dalam konteks aliansi militer dan geopolitik.

Foto: Diptendu Choudhury/Alphacoders.com 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline