Ajaran etika Jawa akan dianggap berhasil bila seorang yang melaksanakannya bukan karena terpaksa, sekadar melaksanakan, atau takut mendapatkan sanksi dari orang lain (masyarakat) bila melanggarnya. Keberhasilan ajaran etika Jawa sangat ditentukan dengan si pelaksana yang menerapkannya berdasarkan kesadaran.
Bagi generasi muda yang melaksanakan ajaran etika Jawa berdasarkan kesadaran senantiasa mengacu pada kesadaran peran; kesadaran ruang, tempat, dan wilayah; kesadaran waktu, dan kesadaran sikap. Karena kesadarannya, ia melaksanakan etika tersebut tidak tampak dibuat-buat. Sehingga etika yang sudah melekat dengan perilaku generasi muda menjadi faktor pembentuk kepribadiannya.
Melalui empat kesadaran tersebut, generasi muda akan dapat diketahui sudah melaksanakan ajaran etika Jawa atau belum. Bila sudah, setiap perilakunya akan mengundang simpatik orang lain. Bila belum, segala perilakunya akan membuat orang lain tidak merasa suka.
Kesadaran Peran
Setiap orang senantiasa memiliki suatu peran. Ada seorang yang memiliki peran tunggal, ada pula yang memiliki dua atau bahkan tiga peran. Karena tingkatan peran yang berbeda, seorang menerapkan unggah-ungguh ketika berinteraksi dengan orang lain yang perannya lebih tinggi.
Di dalam kehidupan rumah tangga, setiap penghuninya memiliki peran yang berbeda. Suami berperan sebagai pimpinan, istri berperan sebagai tetimbangan, anak-anak berperan sebagai anggota. Karena menempati peran tertinggi, suami layak mendapatkan penghormatan dari istri dan anak-anaknya. Di samping kepada ayahnya, anak-anak pula menghormati ibunya.
Di lingkup sekolah, seorang yang memiliki peran tertinggi adalah Kepala Sekolah. Karenanya ia layak dihormati oleh para guru, karyawan, dan seluruh siswa. Sementara, orang-orang yang berperan sebagai siswa musti menghormati kepada guru serta karyawan sekolah. Orang-orang yang berperan sebagai mahasiswa di perguruan tinggi juga harus menghormati kepada dosen, dekan, dan rektor.
Bukan hanya di lingkup keluarga atau sekolah (perguruan tinggi), etika Jawa diterapkan. Di lingkup RT, semua orang yang berperan sebagai warga semustinya menghormati Pak RT. Pak RT menghormati Pak RW. Pak RW menghormati Pak Dukuh. Pak Dukuh menghormati Pak Lurah. Pak Lurah menghormati Pak Panewu. Pak Panewu menghormati Pak Buapati. Pak Bupati menghormati Pak Gubernur. Pak Gubernur menghormati Pak Presiden.
Orang-orang yang berperan sebagai karyawan di suatu perusahaan swasta atau instansi pemerintah semustinya menghormati pimpinannya. Sekalipun usia lebih muda dan secara tingkatan ekonomi lebih rendah, seorang pimpinan semustinya dihormati oleh seluruh karyawan.
Demikianlah aturan tidak tertulis di mana seorang bawahan semustinya menghormati pimpinan. Aturan tersebut tidak hanya berlaku di lingkungan keluarga, namun pula di lingkungan sekolah atau kampus, perusahaan swasta, instansi pemerintah, dan lingkungan lainnya.