Lihat ke Halaman Asli

Sri Wintala Achmad

Penulis, Editor Video, Graphic Designer

Perempuan-Perempuan Perkasa Sepanjang Sejarah

Diperbarui: 20 Agustus 2024   18:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://radarutara.disway.id

Perempuan merupakan makhluk yang penuh misteri. Sehingga banyak pria sering menginterpretasikan salah tentang perempuan. Mereka pun tidak pernah memeroleh jawaban yang tepat dan memuaskan atas pertanyaan siapakah sejatinya perempuan?

Muncul asumsi bahwa perempuan adalah makhluk yang memiliki sifat lembut, sabar, baik, dll. Namun bila merunut pada sejarah Hawa, perempuan adalah makhluk yang tergoda bujuk rayu iblis. Akibatnya, Hawa yang meminta Adam untuk memetik dan menyantap buah terlarang bersamanya di taman Eden harus turun di dunia. Menjalani hidup penuh penderitaan.

Sewaktu di dunia, Hawa ditakdirkan sebagai ibu yang harus melahirkan anak-anak Adam. Melalui perempuan, benih dari seorang pria dapat ditumbuhkembangkan di dalam rahim dan dilahirkan pada masanya. Sehingga sepasang manusia beranak-pinak dan berlipat ganda jumlahnya.  Dari jumlah yang sangat banyak itu, manusia mendiami seluruh benua di dunia.

Terdapat dugaan bahwa perempuan merupakan makhluk lemah dan sangat tergantung dengan kaum pria. Benarkah demikian? Jawabnya, tidak. Mengingat banyak perempuan tangguh dilahirkan di bumi. Mereka tidak menyandang predikat perempuan, namun wanita yang dalam pemahaman orang Jawa, wani ditata (berani diatur) dan sekaligus wani nata (berani mengatur) sebagaimana kaum pria.

Pengertian wani ditata, wanita wajib mendengarkan dan melaksanakan petuah-petuah yang baik dari guru laki (suami). Sementara pengertian wani nata, wanita musti mampu memberikan pertimbangan atas pemikiran suami hingga lahirlah keputusan arif demi kebaikan bersama dalam keluarga. Terwujudnya simbiosis mutualisme antara wanita dengan pria akan menjadi kunci di dalam menciptakan stabilitas kehidupan di dalam rumah tangga.

Hubungan simbiosis mutualisme antara wanita dan pria selaras dengan simbolisasi hubungan dinamis antara warangka dengan curiga, lumpang (lesung) dengan antan, yoni dengan lingga, gunung dengan samudra, atau ibu pertiwi dengan bapa angkasa. Dua unsur yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya. Dua unsur yang saling melengkapi guna menciptakan keselarasan hidup bersama. Sebaliknya bila dua unsur itu tidak terjalin secara dinamis, maka bukan kedamaian yang bakal tercipta. Melainkan petaka besar yang dapat menghancurkan bangunan rumah tangga.

Apabila berpijak pada persepsi filosofis yang menempatkan peran wanita merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam hubungan simbiosis mutualisme, maka pemikiran-pemikiran masyarakat Jawa lebih maju dari yang kita duga. Karenanya, asumsi perihal wanita sekadar sebagai kanca wingking, isi-sining omah, atau partner seks sesungguhnya sangat bertentangan dengan kearifan masyarakat Jawa. 

***

Perihal pemosisian wanita yang setara dengan kaum pria oleh masyarakat Jawa sesungguhnya sudah ada sejak zaman Ratu Jay Shima dari Kalingga atau mungkin sejak zaman sebelumnya. Fakta ini dibuktikan melaluai catatan-catatan sejarah yang menyatakan bahwa wanita bukan sekadar menduduki posisi sebagai kanca wingking, isi-isining omah, atau partner seks; tetapi memiliki posisi penting sebagai ratu.

Perihal beberapa wanita yang menduduki posisi sebagai ratu tidak hanya ada di Pulau Jawa, namun pula di luar Pulau Jawa. Beberapa wanita yang menyandang predikat sebagai ratu di Pulau Jawa, antara lain: Ratu Jay Shima (Kalingga), Pramodhawardhani (Medang periode Jawa Tengah dari Dinasti Sailendra), Sri Isana Tunggawijaya (Medang Periode Jawa Timur), Tribhuwana Wijayatunggadewi (Majapahit), Sri Suhita (Majapahit); Ratu Kalinyamat (Jepara); Mahisa Suramardini Warmandewi dan Sphatikarnawa Warmandewi (Salakanagara); serta Nyi Mas Ratu Patuakan dan Nyi Mas Ratu Inten Dewata (Sumedanglarang).

Adapun para wanita yang menjabat sebagai ratu dari luar Pulau Jawa adalah Sultanah Nahrasiyah (Samudera Pasai); Sri Ratu Safiatuddin Tajul Alam, Sri Ratu Naqiatuddin Nurul Alam, Sri Ratu Zaqiatuddin Inayat Syah, dan Sri Ratu Zainatuddin Kamalat Syah (Kesultanan Aceh Darussalam); Maharatu Mayang Mulawarni (Kutai Martapura); Tumanurung (Gowa); Sultana Zainab Zakiyatud-din, I-Danraja Siti Nafisah Karaeng Langelo, We Maniratu Arung Data, dan Sri Sultana Fatima (Bone); serta Ratu Wa Kaa Kaa dan Ratu Bulawambona (Buton).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline