Lihat ke Halaman Asli

Sri Wintala Achmad

Penulis, Editor Video, Graphic Designer

Memahami Sedulur Papat Kalima Pancer dalam Pakeliran Jawa

Diperbarui: 11 Agustus 2024   11:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Pribadi. Graphic Design karya Sri Wintala Achmad

Bukti bahwa filsafat Jawa telah digunakan sebagai sarana untuk mencapai kesempurnaan dapat dilihat dalam pertunjukan wayang dalam lakon Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu. Dalam lakon tersebut, Begawan Wisrawa mengajarkan ilmu Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu kepada Dewi Sukesi yang berwujud raseksi (raksasa perempuan).  Berkat ilmu tersebut, Dewi Sukesi berubah wujud menjadi manusia yang berparas cantik jelita.

Dari kisah di muka bisa dipahami bahwa Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu merupakan ilmu filsafat tertinggi dalam dunia kejawen. Dikatakan begitu, karena ilmu tersebut dapat mengubah manusia berwatak raksasa menjadi manusia sempurna. Dengan cara mengajarkan manusia yang dikuasai sedulur papat (empat nafsu: aluamah, supiyah, amarah, dan mutmainah) hingga mampu mengendalikannya hingga mencapai kedekatan dengan sedulur pancer. Saudara pengendali yang identik dengan jiwa sentosa.

Di dalam jagat pakeliran Jawa, sedulur papat kalima pancer sering dilukiskan dengan Pandawa, hubungan Janaka dengan punakawan catur, kadang bayu, dan kereta Kiai Jaladara dan empat kuda berkulit kuning, hitam, putih, dan merah.

Pandawa

Pandawa yang terdiri dari Puntadewa (Yudistira atau Kangka), Werkudara (Bima atau Wijasena), Janaka (Arjuna atau Permadi), Nakula, dan Sadewa melambangkan sedulur papat kalima pancer. Dari Pandawa yang menduduki peran sebagai pancer adalah Werkudara. Sebab itu, Werkudara sering disebut dengan panenggak Pandawa yang melambangkan jiwa sentosa berwarna ijo maya-maya. Sementara, Puntadewa melambangkan nafsu mutmainah yang berwarna putih, Janaka melambangkan nafsu supiyah yang berwarna kuning, Nakula dan Sadewa melambangkan nafsu aluamah (berwana hitam) dan amarah (berwarna merah).

Janaka dan Punakawan Catur

Dalam kehidupan kesehariannya, Janaka selalu ditemani oleh Punakawan Catur yakni Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong (Bawor). Sewaktu Janaka berada di tengah hutan atau bertapa, Punakawan Catur tidak pernah jauh darinya. Dari fakta inilah maka Janaka yang diibaratkan pancer akan senantiasa berinteraksi dengan Punakawan Catur yang melambangkan sedulur papat atau empat kiblat.

Kadang Bayu

Di dalam jagat pakeliran Jawa pula terdapat istilah Kadang Bayu. Kadang Bayu yang terdiri dari  lima siswa Bathara Bayu tersebut yakni: Bayu Kinara atau Anoman yang beraura putih, berasa manis, berwatak suci, berada di kiblat timur, dan menguasai bangsa kera.

Bayu Waneras atau Dibya Jajalwreka yang beraura merah, berasa pedas, berada di kiblat selatan, dan menguasai bangsa raksasa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline