Di dalam masyarakat Jawa, wanita sering diidentikkan dengan wadon, estri, wanita, dan putri. Kata wadon yang berasal dari bahasa Kawi 'Wadu' memiliki makna harfiah abdi atau kawula. Dari sini dapat dipahami bahwa wanita yang berperan sebagai kawula harus mengabdi secara tulus pada suami (guru laki). Dalam mengabdi kepada suami, seorang wanita harus melayani segala kebutuhan baik bersifat lahiriah maupun batiniah. Di samping itu, seorang wadon tidak boleh menentang nasihat suami. Inilah bentuk pengabdian seorang wanita kepada suaminya.
Kata Estri yang berasal dari bahasa Kawi 'Estren' memiliki makna harfiah mendorong atau mendukung. Dengan demikian, seorang wanita yang telah bersuami harus mampu mendukung cita-cita positif suaminya. Seorang wanita harus mampu menjadi api yang dapat membakar semangat suaminya dalam melakukan perjuangan hidup demi tercapaikan kesejahteraan keluarga.
Kata wanita merupakan bentukan dari dua kata yakni wani dan tata. Artinya, wanita harus bisa menata (mengatur) dan berani ditata (diatur). Sebagai wanita ideal harus mampu mendidik anak-anaknya agar menjadi generasi yang cerdas dan tangguh. Wanita ideal harus pula bersedia untuk menerima dan mematuhi nasihat-nasihat positif suaminya. Wanita ideal harus bisa menjadi ibu dan istri yang baik.
Kata putri merupakan akronim dari putus tri prakawis (menguasai dalam tiga hal). Pengertian lain, seorang wanita yang telah mencapai tingkatan putri harus mampu berperan sebagai wadon, estri, dan sekaligus wanita.
Di samping peran-peran yang diuraikan di muka, wanita memiliki 3 tugas mulia yakni: masak, macak, dan manak. Masak di mana wanita harus dapat mengolah makanan yang tidak hanya enak secara rasa, namun pula sehat bila dikonsumsi. Pengertian yang lebih esensial bahwa wanita harus dapat mengolah kehidupan rumah tangga hingga hubungan suami-istri dapat berjalan secara dinamis. Sehingga tidak muncul persoalan-persoalan yang dapat memicu keretakan atau kehancuran rumah tangga.
Secara harfiah, macak memiliki makna merias atau menghias diri. Secara esensial, seorang wanita tidak hanya lihai mematut diri agar suami tidak memalingkan cinta pada wanita lain, namun selalu dapat menghiasi bangunan rumah tangganya dengan cinta kasih yang tulus. Hanya dengan cinta-kasih yang tulus, wanita akan selalu dicintai oleh suaminya.
Manak memiliki arti harfiah melahirkan seorang anak. Selain berpotensi melahirkan seorang anak, seorang wanita ideal harus dapat mendidik anak-anaknya. Sehingga kelak, anak-anak akan menjadi generasi yang berguna bagi nusa dan bangsa. Bukan generasi parasit yang hanya dapat hidup di bawah ketiak orang tuanya.
Menurut pujangga Raden Ngabehi Ranggawarsita III, seorang wanita harus memiliki 3 watak positif, yakni: wedi, gemi, dan gemati. Seorang wanita harus memiliki watak wedi (takut) melanggar nasihat-nasihat mulia dari suaminya. Takut untuk membelokkan uang belanja yang diberikan oleh suaminya. Takut untuk melakukan selingkuh dengan pria lain. Tidak berani membentak suaminya. Sekalipun pendapatan, pangkat, dan derajat suaminya lebih rendah.
Seorang wanita harus memiliki watak gemi (hemat) dengan uang belanja yang diberikan oleh suaminya. Karena bagi seorang istri yang memboroskan uang belanja dan menyalahgunakannya akan menghancurkan rumah tanggan. Akibatnya, hubungan suami-istri rentan keretakan dan berakhir pada perceraian.
Seorang wanita harus memiliki karakter gemati (penuh kasih-sayang) pada sumai dan anak-anaknya. Karena dengan sifat itu, wanita akan mampu mencegah suaminya berpaling pada perempuan lain. Sementara, anak-anak yang mendapatkan cinta kasih secara tulus dari ibunya akan mengalami perkembangan kepribadian yang baik. Ceria dan merasa nyaman untuk berada di dalam rumah.