Lihat ke Halaman Asli

Sri Wintala Achmad

Penulis, Editor Video, Graphic Designer

Naif Bila Pendidikan Sastra di Sekolah Sebatas Sejarah Sastra

Diperbarui: 9 Juli 2024   10:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ILUSTRASI Workshop Sastra | KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

 

Sastra bukan hanya dapat dijadikan sebagai media rekreasi yang dapat menginspirasi pembacanya, namun pula mampu membentuk kepribadian kreatornya. Menimbang kontribusinya, sastra layak diajarkan oleh seorang guru yang menguasai bidang tersebut kepada seluruh siswa.

Agar studi sastra di sekolah dapat memenuhi capaian target ideal, seorang guru hendaklah bukan sekadar memperkenalkan sejarah sastra; namun pula mampu mengajarkan bagaimana mencintai, mengapresiasi, mengkritisi, serta mencipta karya sastra baik prosa maupun fiksi.

Apabila seorang guru tidak menguasai keseluruhan cabang studi sastra, jangan diharap siswa dapat mencintai, mengapresiasi, mengkritisi, dan mencipta karya sastra dengan baik. Dengan demikian, guru tersebut pula tidak akan mampu menjadikan studi sastra sebagai media pembentukan kepribadian siswa.

Kiranya guru yang tidak menguasai seluruh cabang studi sastra telah menjadi problem klasik. Hal ini disebabkan banyak guru sastra notabene sebagai pengajar bahasa Indonesia yang hanya memperkenalkan sejarah sastra. Alhasil, pelajaran sastra di sekolah cenderung hambar. Kurang menarik bagi siswa.

Karena telah menjadi problem klasik, maka tidak terpenuhinya studi sastra (terutama, penciptaan karya sastra) di sekolah harus mendapatkan solusi yang cerdas. Solusi yang dapat diambil, yaini: pertama, pelaksanaan workshop penciptaan karya sastra bagi guru dan siswa. Kedua, pelaksanaan ekstrakurikuler bagi seluruh siswa.

Workshop Sastra

Berangkat dari keprihatinan studi sastra di sekolah, seyogyanya lembaga yang bertanggung jawab terhadap persoalan tersebut termotivasi untuk melaksanakan workshop penciptaan karya sastra bagi guru dan siswa. Selain sekolah, lembaga yang berkewajiban melaksanakan kegiatan tersebut yakni Dinas Pendidikan. Karena sastra bagian dari kebudayaan, maka Dinas Kebudayaan dapat berpatisipasi di dalam kegiatan tersebut.

Di dalam workshop penciptaan karya sastra hendaklah mencakup berbagai genre. Bukan hanya workshop puisi dan cerpen yang lazim dilaksanakan oleh sekolah, Dinas Pendidikan, atau Dinas Kebudayaan. Tetapi kegiatan ini harus mencakup genre sastra lain, semisal: naskah lakon, novel, atau kritik sastra.

Melalui pelaksanaan workshop diharapkan agar guru dan siswa bukan hanya mampu menciptakan karya sastra. Tujuan lebih mulia dari kegiatan ini agar peserta gemar membaca, mengapresiasi, mengambil nilai-nilai positif di dalam karya sastra. Khususnya oleh guru, nilai-nilai tersebut harus disampaikan pada seluruh siswa yang tidak mengikuti kegiatan.

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline