Secara etimologis, sejarah berasal dari Bahasa Arab yakni syajarotun yang bermakna pohon. Sejarah yang dalam bahasa Inggris disebut history atau istoria (bahasa Yunani) bermakna ilmu. Berpijak dari makna harfiahnya tersebut, sejarah didefenisikan suatu ilmu yang memelajari peristiwa faktual di masa silam dari perkara asal mula, riwayat, hingga silsilah.
Sejarah mencatat peristiwa faktual yang dibuktikan dengan data-data. Pendapat tersebut sejalan dengan teori Mohammad Yamin. Ia menyatakan bahwa sejarah merupakan ilmu pengetahuan yang disusun atas hasil penyelidikan peristiwa, yang dapat dibuktikan dengan kebenaran.
Sebagai ilmu, sejarah bukan sekadar mencakup sejarah dunia, namun pula sejarah nasional dan sejarah regional. Tentunya, sejarah tersebut mengisahkan peristiwa dan tokoh-tokoh terkait yang hidup di masa lalu. Karenanya dalam menguak sejarah Revolusi Fisik Yogyakarta (1945-1949) tidak dapat dilepaskan dengan nama Djenderal Soedirman. Tokoh perang gerilya yang memiliki andil besar dalam Serangan Oemoem baik di Jawa Tengah maupun di Yogyakarta.
Dari Revolusi Fisik hingga Operasi Gagak
Revolusi Fisik mengandung pengertian yakni suatu totalitas perjuangan bangsa terjajah kepada bangsa kolonial untuk melakukan perubahan status negaranya dari terjajah menjadi merdeka sepenuhnya.
Sebagaimana daerah-daerah lain di Indonesia, Yogyakarta pun melakukan Revolusi Fisik pada tahun 1945-1949. Suatu revolusi yang ditengarai dengan perlawanan bersenjata dari bangsa Indonesia hingga mampu mewujudkan negaranya mencapai kemerdekaan penuh.
Sejarah Revolusi Fisik Yogyakarta tidak dapat dilepaskan dengan perjuangan bangsa Indonesia. Pada tahun 1942, penjajahan Belanda berakhir ketika Jepang mulai mencengkeramkan cakar kekuasaannya di nusantara.
Namun sewaktu Hirosima dan Nagasaki dibom atom oleh Amerika (6 Agustus 1945), kekuasaan Jepang atas Indonesia memudar. Melihat realitas tersebut, Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia di Jl. Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta pada 17 Agustus 1945.
Kemerdekaan Indonesia mulai mendapatkan ujian ketika pasukan Sekutu di bawah komando Lord Mountbatten bertanggung jawab atas bekas wilayah kekuasaan Jepang, terutama Sumatera dan Jawa. Ujian semakin besar ketika NICA (Netherland Indies Civil Administration) di bawah kepemimpinan Dr. Hubertus J van Mook yang membonceng Sekutu tersebut ingin kembali menguasai Indonesia.
Keberhasilan NICA menduduki Jakarta mengakibatkan ibukota Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946. Melalui kereta api buatan Jerman, pemerintah yang dipimpin Presiden Soekarno berangkat diam-diam ke Yogyakarta pada malam hari. Oleh Sri Sultan Hemengkubuwana IX dan Sri Pakualam VIII, permindahan pemerintah tersebut disambut dengan tangan terbuka.