Lihat ke Halaman Asli

Sri Wintala Achmad

Penulis, Editor Video, Graphic Designer

Menguak Filsafat Bahagia Sejati dalam Perspektif Ki Ageng Suryamentaram

Diperbarui: 28 Juni 2024   18:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

merdeka.com

Hidup tidak ada yang menghidupkan, selain keinginan. Sesudah memahami, manusia tidak perlu menyesali dengan kegagalan masa lalunya dan mengkhawatirkan kegagalan masa depannya. Dengan begitu, manusia terbebas dari neraka yumani. Hidup di dalam ketenteraman hati.

SALAH satu karya masterpiece Ki Ageng Suryomentaram adalah Tembang Uran-Uran Beja. Karya yang berupa tembang tersebut diciptakan oleh Suryomentaram sesudah mendapat pencerahan batin ketika gagal bunuh diri dengan mencebur dirinya ke sungai Opak yang sedang banjir.

Diberi judul Tembang Uran-Uran Beja, karena karya Suryomentaram memuat ajaran orang tua kepada anaknya perihal hakikat beja (keberuntungan). Sehingga ajaran ini pantas menjadi pegangan orang tua yang ingin memberikan wejangan kepada buah hatinya.

Karena sarat ajaran Suryomentaram, Tembang Uran-Uran Beja layak untuk dikaji berdasarkan muatan yang disampaikan Suryomentaram. Sesudah semua pupuh dipahami, kesimpulan dari seluruh muatan dapat disampaikan. Sehingga inti ajaran Suryomentaram dapat diterima dengan gamblang.

Diketahui bahwa Suryomentaram membuka karyanya Tembang Uran-Uran Beja dengan pupuh Mijil. Hal ini dikarenakan kata mijil dalam tembang macapat memiliki pengertian keluar, lahir, atau awal-mula. Melalui pupuh Mijil, Suryomentaram mengajarkan kepada manusia beberapa pengetahuan, sebagai berikut:

  • Manusia hendaklah tidak mencari-cari dan memuji-muji segala sesuatu baik di kolong langit maupun di muka bumi. Karena segala sesuatu yang diperoleh manusia tidak akan memberikan kemuliaan, melainkan hanya kesenangan sesaat.
  • Segala sesuatu yang ditolak manusia tidak akan menimbulkan bahaya yang besar. Kalau toh menimbulkan rasa kecewa tidak akan berlangsung lama. Rasa kecewa akan hilang pada masanya.
  • Setiap keinginan manusia yang tercapai hanya menimbulkan kesedian. Bila keinginan yang tercapai tidak sesuai tujuannya akan menimbulkan bahaya besar. Karenanya setiap sesuatu yang dicapai harus disesuaikan dengan tujuannya, agar mencapai kemuliaan.
  • Rasa susah dan bahagia hanya berlangsung selama tiga hari. Tiga hari, manusia merasa susah. Tiga hari kemudian, manusia merasa senang. Susah dan senang datang silih berganti. Susah dan senang bersifat abadi.
  • Bila keinginan yang tercapai memberi rasa senang dan kemudian susah, manusia ingin mencapai keinginan yang lebih besar lagi. Ketika keinginan yang lebih besar tidak tercapai, manusia akan merasa susah.

Seusai pupuh Mijil diakhiri ajaran mengenai keinginan manusia yang selalu mulur (berkembang) tersebut, Suryomentaram melanjutkan ajarannya pada pupuh Pucung. Melalui pupuh Pucung, Suryomentaram menyampaikan ajarannya, sebagai berikut:

  • Sifat manusia selalu tidak puas dengan sesuatu yang dicapainya. Bila manusia yang mencari pemasukan seringgit terpenuhi, maka akan mencari pemasukan seratus ringgit, seribu ringgit. Bila keinginannya tidak terpenuhi, manusia akan menjadi susah.
  • Sebagaimana dari mencari uang hingga motor dan istri cantic; kebutuhan manusia terhadap semat, drajat, dan kramat tidak ada bedanya. Sesudah ketiga kebutuhannya yang terpenuhi itu membuatnya senang dan kemudian susah, maka manusia ingin mencapai sesuatu yang tingkatannya lebih tinggi agar kembali merasa senang. Ketika keinginannya tidak tercapai, manusia akan menjadi susah.
  • Sebaliknya bila keinginan manusia tidak terpenuhi, maka keinginan tersebut akan menjadi mungkret. Semisal bila tak mampu membeli rumah mewah, manusia memilih tinggal di rumah sendiri meskipun berdinding gedheg. Bila tak punya rumah sendiri, manusia memilih tinggal di rumah kontrakan. Bila tak sanggup tinggal di rumah kontrakan, manusia akan memilih tinggal di bawah jembatan. Bila tak bisa tinggal di bawah jembatan, manusia akan menggelandang.
  • Perkembangan mulur mungkret akan senantiasa seirama dengan perkembangan rasa senang dan susah. Bila terpenuhi keinginannya, manusia menjadi senang. Bila tidak terpenuhi keinginannya, manusia menjadi susah. Demikianlah kisah hidup manusia: mulur-mungkret.

Ajaran Suryomentaram berlanjut pada pupuh Kinanthi. Melalui puput tersebut, Suryomentaram mengembangkan pemikiran-pemikirannya yang menyoal mengenai rasa hidup sebagaimana dijabarkan sebagai berikut:

  • Rasa hidup (senang-susah) dilami semua orang tanpa memandang semat, drajat, dan kramat.
  • Semua orang tanpa memandang semat, drajat, dan kramat mengalami senang-susah. Satu hal yang membedakan, rasa susah dan senang ditimbulkan dari kebutuhan mereka yang berbeda.
  • Bila sudah terbebas dari rasa senang dan susah, manusia akan terbebas dari neraka pambegan (kesombongan) dan neraga meri (iri dan dengki). Sehingga, manusia tidak akan merasa dirinya lebih mulia dari orang lain. Iri hati karena kalah wibawa dari orang lain.

Pada pupuh Durma yang merupakan kelanjutan dari pupuh Kinanthi, Suryomentaram menerangkan mengenai neraka yumani, yakni neraka yang disebabkan oleh rasa sombong dan iri hati. Adapun ajaran Suryomentaram yang tertuang dalam pupuh Kinanthi, sebagai berikut:

  • Dikisahkan tentang neraka yumani. Neraka ini yang terbagi menjadi dua yakni neraka kesombongan dan neraka iri hati. Kedua neraka tersebut akan membuat manusia cekala hingga kehidupannya terpontang-panting ke sana kemari. Karena kutukan dari kedua neraka itu, wajah manusia menjadi buruk, liar pandangannya, dan wajahnya terbakar. Bagi manusia yang terbakar oleh neraka iri hati akan takut bila bertemu dengan seseorang dengan semat, drajat, dan kramat melampaui dirinya. Bagi manusia yang terbakar neraka kesombongan akan menjadi masam pandangannya bila melihat orang lain yang lebih rendah semat, derajat, dan kramatnya. 
  • Neraka yumani selalu membakar manusia yang memiliki semat, drajat, dan kramat lebih tinggi dari orang lain hingga menjadi sombong. Neraka yumani pula membakar manusia yang memiliki semat, drajat, dan kramat lebih rendah dari orang lain hingga menjadi iri hati.
  • Neraka yumani tidak bisa dipadamkan dengan ketabahan hati, Karenanya sifat sombong dan iri hati yang membakar manusia telah menjadi watak. Sebab itu neraka yumani yang tidak bisa ditundukkan dengan kesaktian manapun itu sangat menakutkan bagi manusia.

Perihal neraka yumani yang digambarkan suaranya menggeram seperti seribu guntur dan menggemuruh seperti luapan tasik tersebut masih disinggung oleh Suryomentaram pada pupuh Girisa. Pada pupuh Girisa, Suryomentaram menjelaskan bahwa karena teramat menakutkannya neraka yumani tersebut, manusia ingin membebaskan diri dari siksasaannya.

Sampai tidak kuatnya menanggung siksaaan neraka yumani, manusia ingin mati bila tidak menjadi lebih unggul dari orang lain. Melakukan tapa brata atau puasa pati geni, agar menjadi lebih jaya dari orang lain. Bahkan rela dikubur agar mendapat penghormatan dari orang lain.

Selanjutnya pada pupuh Dhandhanggula, Suryomentaram mulai menyinggung perihal pentingnya rasa tentram yang digambarkan berada di dalam surga. Dengan rasa tentram, manusia akan mendapatkan semat, drajat, dan kramat dengan sangat mudah. Seandainya gagal mendapatkan ketiganya, manusia tidak lagi memermasalahkannya. Mengingat manusia sudah memiliki kesadaran bahwa keinginan terus mengalami mulur-mungkret setiap harinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline