Lihat ke Halaman Asli

Sri Wintala Achmad

Penulis, Editor Video, Graphic Designer

Cara Orang Jawa Menyampaikan Petuah kepada Anak-Anaknya

Diperbarui: 30 Juni 2024   13:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ihttps://smpn6cilacap.sch.id/artikel/read/bahasa-jawa-salah-satu-sarana-pendidikan-karakter-anak

Di lingkup masyarakat Jawa, sering terdengar istilah sepuh sepah atau tuwa tuwas, orangtua yang tidak berguna karena tidak bisa memberikan wur (bantuan berupa materi atau uang), tutur (bantuan berupa nasihat), dan sembur (bantuan berupa doa). Karenanya, orangtua yang tidak dapat memberikan wur dikarenakan hidup dalam kemiskinan tetap dianggap berguna asalkan mampu memberikan petuah (nasihat) dan doa yang baik kepada anak-anaknya.

Banyak cara orangtua di tanah Jawa di dalam memberikan petuahnya kepada anak-anaknya. Petuah itu dapat diberikan dengan cara menyampaikan ajaran para leluhur (nenek-moyang) baik bersifat transparan maupun prismatik sebagaimana dalam mitos atau dengan membeberkan makna di dalam cerita rakyat (hikayat, legenda, dongeng, fabel, mite); lelagon (lagu); atau dolanan bocah (permainan anak). Sehingga dengan pembeberan makna tersebut, anak-anak dapat mengambil inti ajaran (pesan moral) yang dapat membangun mentalitas, moralitas, dan kepribadian anak-anak.

Petuah Transparan dan Prismatik

Tidak sedikit orangtua di tanah Jawa di dalam menyampaikan petuahnya masih bersifat prismatik atau berkias. Biasanya petuah prismatik yang digunakan oleh orangtua untuk memberikan nasihat kepada anak-anaknya bersumber pada mitos, seperti: "Aja ngidoni sumur mundhak lambene suwing" (Jangan meludahi sumur, karena bibirnya bisa menjadi sumbing); "Aja dhemen mangan neng lawang, mundhak angel jodhone" (Jangan makan di pintu, karena akan sulit jodohnya); dan lain-lain.

Sementara itu, banyak orangtua yang menyampaikan petuah secara transparan. Pengertian lain, orangtua di dalam menyampaikan petuah kepada anak-anaknya secara blaka suta atau tanpa tedheng aling-aling (berterus terang), dan tanpa simbol-simbol (lambang-lambang).

Petuah ini sangat mudah diterima oleh yang mendapatkannya. Namun bila yang memberi petuah kurang cerdas, petuah tersebut akan terasa sangat menggurui.

Bila dibandingkan dengan memberikan petuah secara transparan, memberikan petuah secara prismatik sebagimana menggunakan mitos lebih susah. Mengingat bila orangtua yang memberikannya kurang menguasai makna tersirat di dalamnya, petuah tersebut akan terkesan sebagai ancaman bagi yang melanggar.

Akibatnya, anak-anak yang menjalankan petuah itu berdasarkan rasa takut dan bukan karena memahami makna sebenarnya.

Petuah melalui Cerita Rakyat 

Di dalam cerita rakyat, tersirat pesan moral yang seyogyanya disampaikan oleh orangtua kepada anak-anaknya. Karena itu, hendaklah orangtua selalu mengajarkan mengenai pesan moral sesudah mengisahkan cerita rakyat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline