Naskah ini sebagai sumber penelitian Dr., Umilia Rokhani, S.S., M.A (Dosen ISI Yogyakarta) dalam penelitihan kehidupan Sholawat Jawa di Daerah Istimewa Yogyakarta
Gejawan Kulon merupakan pedukuhan yang berada di wilayah Kalurahan Balecatur, Gamping, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Di pedukuhan tersebut, terdapat paguyuban seni tradisi Sholawat Jawa (Slawatan Jawa) yang masih lestari hingga sekarang. Menurut beberapa sumber, kelompok Sholawat Jawa tersebut berdiri antara tahun 1950-1960.
Sejarah berdirinya Langen Ambiya tidak bisa dilepaskan dengan minat sebagian penduduk Gejawan Kulon terhadap seni Sholawat Jawa. Sesudah mendapat pelatihan dari para penyelawat yang didatangkan dari Berot (Bantul), mereka mulai mahir melantunkan syair-syair sholawat dalam Babad Ambiya. Suatu babad yang mengisahkan pertemuan cinta Raden Abdullah dan Siti Aminah hingga kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Selaras perjalanan waktu, kesadaran mereka pun muncul untuk membentuk paguyuban Slawatan Jawa. Nama paguyuban yang mereka sepakati adalah Langen Ambiya. Secara harifiah, makna Langen Ambiya adalah Seni Ambiya. Sementara secara substansial, Langen Ambiya memiliki makna: Berseni sholawat untuk mencapai kebahagiaan hati berdasarkan naskah Babad Ambiya.
Dalam perkembangannya, Paguyuban Sholawat Jawa Langen Ambiya memadukan seni Sholawat Jawa dengan seni drama tradisional yang dikenal dengan Emprak. Sehingga seni Sholawat Jawa yang dibawakan oleh paguyuban tersebut bukan lagi dikenal sebagai Sholawat Maulud, namun Sholawat Emprak (paduan antara seni Sholawat dan Emprak). Karena Lebih berfungsi sebagai iringan pertunjukan Emprak, nada sholawat yang semula melengking tinggi dituruntukan. Alat musik yang semula terdiri dari kenting, kethuk (kenitir), kempul, gong, dan kendang batangan ditambah dengan keprak. Alat musik yang berada di tangan dalang tersebut berfungsi untuk menuntun tarian para paraga Emprak.
Berubahnya menjadi Sholawat Emprak tidak bisa dilepaskan dengan upaya Amat Dinama yang berkomitmen untuk mengembangkan kesenian tersebut. Melalui Amat Dinama yang mendapatkan dukungan penuh dari paguyuban Emprak dari Kluwih, Balecatur, Gamping, Sleman; Sholawat Emprak mengalami perkembangan sangat signifikan pada era 60-90an. Fakta tersebut dibuktikan dengan banyaknya tanggapan dan penonton ketika pertunjukan tersebut digelar.
Mengingat Sholawat Emprak banyak digemari masyarakat, anggota Paguyuban Langen Ambiya semakin bertambah. Mereka bukan hanya dari kalangan tua, namun generasi muda, dan anak-anak. Beberapa anggota aktif yang tercatat pada waktu itu, antara lain: Iman Rejo, Ranto Pawiro, Adi Wiyono, Setiyo Wiarjo, Margo Yatmojo, Marjo Sumitro, Mulyo Utomo, Adi Siswoyo, Amat Wiyarjo, Kasmo Wiraharjo, Radiyo Wiyono, Udi Utomo, Prayitno Utomo, Hari Raharjo, Pardi Wiyono, Marto Diharjo, Pawirodikromo, Waldi Sumarto, Sri Margono, Jasmani, Sukiyo, Arjo Sumarto, Wardoyo, Ngadimin, Darno Sukito, Marto Wahyono, Purwo Martono, Payono, Jiyono, Sutrisno, Walido, Margo Yatmojo, Hartono, Jumingun, Kamadi, Karmidi, Sapari, Sumali, Sutrisno, Suparman, dll.
Sejak tahun 2000-an hingga sekarang, kesenian Emprak tidak pernah dipanggungkan. Selain tidak ada tanggapan, sebagian paraga-nya meninggal dunia atau tinggal di kota lain (luar Jawa). Sungguhpun demikian, Paguyuban Langen Ambiya tetap melaksanakan gladhen sholawat secara kontinyu (setiap bulan sekali). Tidak khayal bila paguyuban sering mendapat undangan pentas dalam acara peringatan Malam 1 Sura, Malam Tirakatan 17 Agustus, Karnaval, Syukuran, Kitanan, Pernikahan, dan lain-lain.
Ambang tahun 2020, Paguyuban Sholawat Jawa Langen Ambiya melakukan peremajaan pengurus dan mengumpulkan anggotanya. Sesudah pengurus dengan sejumlah anggota terbentuk, Paguyuban mengadakan latihan setiap malam Minggu Pon dan kemudian berubah menjadi malam Jumat Kliwon. Adapun pengurus dan anggota Paguyuban Sholawat Jawa Langen, yakni: Sarwoto (Ketua), Sri Wintala Achmad (Sekretaris), Wahyudi (Bendahara), Mardani, Slamet Riyadi, Boimin, Tur Iswanto, Karsadi, Kismadi, Sarjito, Masidi, Wariso, Madiyono, Mugiharjo, dan Sukadirin.
Berkat latihan yang rutin, paguyuban mendapat kepercayaan pentas dalam Upacara Tradisi Suran Mbah Demang di Banyuraden, Gamping, Sleman (2020 dan 2021), Upacara Padusan di Banyuraden, Gamping, Sleman (2021), serta Malam Tirakatan Hari Kemerdekaan RI ke-77 (2022), Malam Tirakatan Hari Kemerdekaan RI ke-78 (2023), dan Perayaan Maulud Nabi (2023) di Gejawan Kulon, Balecatur, Gamping, Sleman.