Lihat ke Halaman Asli

Pena Fajar

konon katanya pena itu lebih tajam dari pedang

Perempuan dan Pendidikan

Diperbarui: 25 Februari 2023   12:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari ini tepat 1 minggu saya berada di rumah pasca kelulusan saya bukan, bukan pertanyaan "kerja dimana?" yang menganggu saya akan tetapi pertanyaan "Ga cape kamu sekolah terus?" yang keluar dari mulut nenek saya tercinta. Tentu, pertanyaan itu saya jawab dengan senyuman sambil berkata "Lebih capek jadi orang bodoh" dan dijawab dengan dengusan nenek saya lucu memang.

Memang latar belakang keluarga antara ayah dan ibu berbeda jauh. Papah memiliki latar belakang seorang akademisi dimana hampir semua kakak adiknya merupakan seorang dosen atau akademisi dengan rata-rata pendidikan S2, sedangkan ibu saya berlatar belakang keluarga pedagang dengan rata-rata lulusan SMA. Bukan-bukan saya merendahkan keluarga ibu akan tetapi, bisa dibilang saya muak juga dengan kebiasaan keluarga ibu yang memandang rendah perempuan berpendidikan. 

Fakta ini sedikit menggelitik perut saya, apalagi keluarga ibu saya merupakan keluarga agamis (lulusan pesantren). Nenek saya sangat semangat sekali menyuruh saya menikah padahal bukan saya tidak mau menikah tapi, memang belum ada aja cowoknya hehehe. Alasannya adalah karena tidak baik perempuan jika menikah tua dan berfokus pada pendidikan, padahal umur saya masih 20 tahun, masih ada sepupu perempuan saya yang berusia 24 tahun, belum menikah, masih S2 dan tidak pernah diminta untuk menikah huftt. Belum selesai perbincangan saya dengan nenek datanglah om tercinta yang tak kalah menggelitik berikut khusus saya tuliskan percakapan saya:

Om: Kamu nanti mau lanjut kemana?

Saya: Insyaallah pingginya Belanda

Om: Bagus om dukung

Nenek: HEH JAUH BANGET KE BELANDA MAU NGAPAIN?

Saya: Eeh kan kata Imam Syafi'i juga seorang muslim tuh ibarat anak panah yang makin bagus jika melesat jauh dari busurnya

Om (memotong): Tapi, itu kan muslim kamu kan cewe

Saya: Loh, kan muslim tuh dhomir umum, jamak, bisa buat cewe bisa buat cowo juga. Kalo kek gitu ya berarti ibadah yang diwajibkan muslimah dikit banget dong, kan rata-rata makenya muslim doang jarang yang rata-rata muslimin muslimat (om saya langsung diam, ibu saya tertawa)

Saya pun akhirnya kembali menyeduh teh panas favorit saya memang ada-ada saja pertanyaan kehidupan. Kebetulan sekali, di beranda Instagram saya muncul kutipan dari R.A Kartini yang kira-kira kalimatnya adalah
"seorang perempuan yang telah tercedaskan dan pemandangannya telah diperluas tidak akan sanggup lagi hidup di dunia nenek moyangnya"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline