Lihat ke Halaman Asli

Sutrisno Penadebu

Menulis menebar kebaikan, Menulis apa saja bila ide datang

Pergi ke Tanah Suci dengan Cinta Pertamanya

Diperbarui: 17 Desember 2024   17:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pergi ke Tanah Suci dengan Cinta Pertamanya
Oleh: Penadebu

Hujan Pagi itu mengguyur kota kecamatan di mana Fe tinggal. Fe adalah seorang wanita muda yang tangguh, cantik, dan penuh semangat. Di balik kelembutannya, ada jiwa pejuang yang tak pernah berhenti berusaha. Sejak kecil, ia tumbuh dalam keluarga sederhana yang penuh kasih sayang. Ayahnya, Pak Burhan, adalah sosok yang paling ia cintai dan kagumi. Baginya, Ayah adalah cinta pertama yang tak tergantikan. Meskipun kehidupan mereka tidak selalu mudah, Fe selalu percaya bahwa segala kesulitan akan bisa mereka atasi bersama.

Sejak lama, Pak Burhan menyimpan keinginan besar untuk pergi ke Tanah Suci, menunaikan umroh. Bagi Pak Burhan, itu adalah impian terbesar dalam hidupnya, namun keterbatasan finansial sering kali membuatnya harus menundanya. Fe, sebagai putri satu-satunya, bertekad untuk mewujudkan impian sang ayah. Sebagai anak pertama dengan 2 adik yang Fe sayangi.

Fe bekerja keras. Ia yakin dengan mengambil pekerjaan sebagai kunci barokahnya, menabung tanpa lelah, bahkan mengurangi keperluan pribadinya demi mewujudkan harapan ayahnya. Setiap tetes keringat yang jatuh selalu dibarengi dengan doa yang tulus agar kelak ia bisa mengantarkan ayahnya beribadah di depan Ka'bah.

Di sisi lain, ada Haby, seorang pria yang tak hanya menjadi kekasih Fe, tapi juga cinta sejatinya. Haby selalu mendukung perjuangan Fe, meski mereka jarang bertemu karena kesibukan masing-masing. Haby tahu betapa pentingnya impian Pak Burhan bagi Fe, dan ia selalu mendoakan agar semua usaha Fe berjalan lancar. Dalam hati, Haby pun menyimpan keinginan yang sama --- menyusul ke Tanah Suci dan menikahi Fe di hadapan Ka'bah, meminang wanita yang ia cintai dengan mahar yang mulia di tempat paling suci.

Hari itu akhirnya tiba. Fe berhasil mengumpulkan cukup dana untuk mengantarkan ayahnya pergi ke Tanah Suci. Dengan penuh haru, ia mengiringi Pak Burhan hingga bandara. Air mata kebahagiaan mengalir di pipinya, menyaksikan ayahnya melangkah pergi dengan pakaian ihram, bersiap menunaikan impian yang selama ini tertunda.

"Ayah, ini impian kita berdua. Aku bahagia bisa melihat Ayah pergi ke sana," ucap Fe sambil memeluk erat Pak Burhan.

Pak Burhan tersenyum lembut, "Terima kasih, Nak. Ayah takkan pernah bisa membalas semua kebaikanmu. Ayah akan mendoakanmu di setiap doa di sana."

Ketika pesawat yang membawa Pak Burhan lepas landas, Fe merasakan hatinya penuh dengan syukur dan kebanggaan. Tapi, di balik rasa bahagia itu, ada kerinduan yang mendalam untuk Haby, cinta sejatinya. Mereka berdua sering membicarakan impian untuk bersama-sama ke Tanah Suci, dan kini Haby sedang berusaha keras untuk menyusul.

Hari-hari berlalu, dan Fe tak henti-hentinya berdoa agar Haby segera bisa menyusul. Mereka berkomunikasi jarak jauh, saling menguatkan satu sama lain.

"Fe, aku sedang berusaha sekuat tenaga. Suatu hari nanti, aku akan berdiri di depan Ka'bah, berikrar menjadi suamimu," pesan Haby suatu hari.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline