Balada Menua Bersama
Oleh: Penadebu
Senja ini enggaklah tiba-tiba, di ujung hari
Semua berproses, ibarat angin menendang air laut
bergelombang
Bersama cinta yang hampir pudar
Rambut memutih, tubuh melemah
Menggurat wajah, tanda usia tua.
Masa muda dahulu
Berlari-lari tanpa kenal lelah
Sekarang lutut berderak-derak
Setiap langkah jadi cerita susah.
Kini disamping hari, kursi ulin tempatnya mengasah cerita
tua bersamamu, tentang anak-anak yang sudah usai sarjana
Bersama menonton keriput tumbuh
Membagi obat dan krim anti nyeri
Cintaku setelah ini, tanpa sebuah iri dengki.
Dahulu cinta dibisikkan lembut
Sekarang lembutnya berbeda, pendengaran lesu
"Sayang, aku tak ingin jauh darimu"
Romantis di usia senja, sungguh memandang potret kejayaan jabatan.
Malam-malam penuh bisikan manis
Kini berganti suara ngorok keras
Mengusir mimpi, menghapus kantuk
Begitu akrab, dalam gelap pekat.
Tidur bersama, punggung berbalik
Mencari posisi yang nyaman, mustahil
Bangun pagi dengan badan kaku
Sarapan bersama, dengan obat semangkuk.
Berpegangan tangan, bukan karena mesra
Tapi takut jatuh, takut terluka
Bersandar satu sama lain, lemah
Bersama dalam lelah, penuh kasih.
Ah, cinta di usia tua, penuh ironi
Menertawakan luka, merangkul sakit
Menulis balada, penuh sarkasme
Tentang hidup yang menua bersama.
Namun di balik semua canda
Tersimpan cinta, yang tak lekang
Menua bersama, dalam suka duka
Adalah kisah, yang penuh makna.