Lihat ke Halaman Asli

Sutrisno Penadebu

Menulis menebar kebaikan, Menulis apa saja bila ide datang

Surat untuk Bapak Simbok di Kampung Halaman

Diperbarui: 30 April 2023   06:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri_Bapak dengan usia 85-an tahun

Yang Sangat Aku Hormati

Bapak Simbok, Keluarga Besar

di Ketawang

-an

Idul Fitri sudah berlalu beberapa waktu, alhamdulillah ananda sudah sampai di kampung perantauan untuk kembali beraktivitas. Ananda menjalani kodar dan langkah illahi robbi mencari rezeki.

Bapak Simbok,

Terima kasih sudah berkenan menerima kami sepenuh hati. Walau kedatanganku tidaklah memberikan hal terbaik, setidaknya di hari raya untuk pertama kali bisa menghiasi di kampung halaman. Yah, pulang kampung dengan menunjukkan gemerlapdunia sebagai bukti keberhasilan. Aku datang dengan doa bapak Simbok.

Yah, Mbok, Pak, hiasan yang aku ciptakan bukanlah taburan bunga, yang konon harum semerbak di sudut kampung ataupun di sudut-sudut ruangan saat halal bihalal silaturahim bersama sanak keluarga, tetangga ataupun sahabat-sahabat terdekat . Aku bersyukur walau bukan jabatan tinggi yang aku dapat. Namun raihan selama perjuangan hingga bisa meenyelesaikan kuliah dahulu itu bukan hal yang mudah. Aku tahu dengan bapak menjadi pedagang ayam kampung keliling, namun bisa membantu mengangkat semua itu. Bagiku itu luar biasa dan tidak masuk diakal.

Kampung halaman tempat dahulu aku dilahirkan, benar-benar asing bagiku, apalagi dengan banyaknya perubahan dan aktivitas generasi berikutnya. Mereka sudah tidak lagi mengenaliku. Generasi sebayaku sudah pergi entah kemana, seakan-akan sepakat waktu itu untuk pergi merantau. Artinya Mbok, Pak waktu itu kampung halaman tidak bisa menyediakan pekerjaan yang sesuai dengan anak-anak Bapak Simbok.

Bukannya aku tidak pernah mencintai kampung halaman, namun semua itu keadaan aku harus merantau mencari penghidupan yang lebih baik. Aku ingat betul tatkala bapak mengantarkan aku ke terminal Ketawang. Terminal kecil yang ada di sudut perbatasan desa menuju Kutoarjo. Sedih rasanya, aku seperti kalah perang dan harus terusir masif dari pekerjaan di kampungku.

Setelah aku pergi baru sadar bahwa waktu itu di kampungku bukan karena tidak ada pekerjaan, namun situasi dan SDM yang belum dibilang mumpuni seperti sekarang ini. Begitu kerasnya keadaan bersaing untuk bertahan hidup.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline