Oleh: Penadebu
Deru kendaraan penikmat suasana Pantai Jetis berderet setelah usai tenggelamnya matahari ke dasar lautan. Di ufuk barat non jauh di sana. Mobil motor beriringan melaju di aspal sempit. Kadang klakson melengking agar kita selalu waspada. Suasana malam pantai Jetis kelihatan berbeda dari tahun sebelumnya. Sepi senyap, tetapi kini berganti berubah ramai meriah. Di sebelah sana terlihat seorang sebayaku duduk di depan kompor arang melakukan aktivitasnya.
Beberapa penjaga pantai mulai dengan aktivitasnya cekatan menyapu jalanan utama pantai. Kelihatan kompak bahwa dengan kekuatannya bersatu bahu membahu akan menghasilkan daya guna maksimal. Aktivitas akhir di lebaran kedua sekitaran pukul 22.00 wib. Hanya debur ombak yang semakin ganas.
"Permisi, Bapak, kerak telor, nggih?"
"Inggih," sela Bapak itu.
"Ya, Pak, kerak telor 1 saja, nanti dibelah menjadi 2 nggih?"
" Iya, Bapak, pedes punopo boten ( pedas apa tidak)?"
"Iya, Pedas, Pak"
Sementara sambil berucap Bapak itu terus membuat mencampurkan dengan beberapa bumbu. Saya bertanya tentang bahan bahan yang digunakan. Secara pasti kurang begitu paham. Terlihat di sana pertama jagung setengah lembut dimasak menggunakan air, Sekira sudah masak dicampur beberapa bumbu dan abon serta rempah lainnya. Kemudian diceploki telor bebek. Diaduk hingga campur merata sambil dipanggang di atas tungku. Dibentangkan merata di atas wajan yang di panggang. Pedagang kemudian membalik wajannya namun adonan tersebut tidak tumpah
Oh, itukah seninya kerak telor main balik membalik wajan panggang hingga tidak jatuh di api. Setelah beberapa waktu kerak telor matang dituang dalam tempat dan ditaburi abon.Kerak telor siap disantap.
Kami hanya bisa berharap walau kami hari ini tidak tinggal di kampung halamanku setidaknya kampung halaman akan selalu terkenang. Banyak hal yang menjadi keinginan dan rasa syukur tingkat SDM yang semakin berkembang walau akhirnya saya harus hidup di kampung orang. Semua karena pekerjaan dan beda priuk nasi. Setidaknya kampung halaman akan menjadi kenangan.