Lihat ke Halaman Asli

Review Film AADC 2, Kebebasan Seni vs Degredasi Moral

Diperbarui: 16 Mei 2016   00:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://m.tempo.co/

Bagi kalangan remaja, siapa yang tidak mengenal filmAda Apa dengan Cinta? Film yang lebih popular dengan sebutan AADC ini mencuat ketika pemutaran serentak di layar lebar kali pertamanya pada tahun 2002. Secara keseluruhan, tidak ada yang meragukan bahwa AADC adalah sebuah film yang ‘mengena’ sekaligus menghibur. Kelebihan utama Ada Apa dengan Cinta?, di samping tentu saja latar belakang sosial tokoh-tokohnya, lagak gaya para remaja yang sama dengan apa yang kita lihat sehari-hari sekarang ini. Kesederhanaan cerita membuat penonton dengan mudah menangkap maksud produser. Menurut penilaian media yang memuatnya, AADC merupakan salah satu film Indonesia berkualitas yang patut dibanggakan kala itu.

Sebagai pemenang Piala Citra pada Festival Film Indonesia 2004, digadang-gadang pula menjadi sebuah pionir dalam sejarah perfilman Indonesia yang berhasil memikat jutaan hati para penonton Indonesia. Setelah 14 tahun lamanya menunggu, kini telah dirilis film AADC 2 pada tanggal 28 April 2016 kemarin meski cuplikan ceritaAADC 2 sudah dibocorkan ke publik pada 8 Agustus 2015 di Popular Culture Convention Asia, Senayan, Jakarta lalu.

Jika AADC pertama skenarionya ditulis oleh Jujur Prananto, Prima Rusdi dan Rako Prijanto, kini Mira Lesmana dan Prima Rusdi lah yang menggarap skenario sekuelnya. Sementara kursi sutradara yang dulu ditempati oleh sutradara Rudy Soedjarwo, kini diduduki Riri Riza. M. Aan Mansyur, penyair asal Makassar juga turut ambil bagian di AADC 2.Ia menulis puisi-puisi indah diAADC 2 untuk karakter Rangga yang sama seperti pada film pertamanya, selalu menuangkan perasaannya lewat puisi.

Berawal mengambil tema tentang kisah percintaan masa putih abu-abu dan menggambarkan kehidupan remaja secara realistis melalui dialognya yang renyah. Sampai pada kisah terakhir yaitu Rangga harus terbang ke New York dan berpisah dengan Cinta. Di film kedua, Cinta kembali jadi sosok dominan yang memperjuangkan cintanya. Ia tinggalkan tunangannya dan bela-belain ke New York buat ketemu Rangga. Pada akhirnya, bertepatan dengan musim dingin di New York Rangga dan Cinta kembali mengultuskan diri sebagai pasangan kekasih. Mereka pun kembali berciuman setelah sebelumnya berciuman di Jogja dan di bandara pada film pertama.  

Baru berumur masuk minggu ketiga semenjak diluncurkannya film genre remaja ini, sudah tembus 2 juta penonton di seluruh Indonesia. Film produksi Miles ini puncaki Box Office Indonesia 2016. Dengan demikian film AADC 2 jelas menjadi pemenang sebagai film terlaris tahun 2016 sampai saat ini. Melihat animo dari masyarakat yang masih sangat tinggi untuk film AADC 2, jumlah penonton yang diraup juga akan terus meningkat. Belum lagi ditambah dengan hasil rilis di 2 negara lain di antaranya tayang serentak di Malaysia dan Brunei. Seperti yang dikatakan Mira Lesmana kepada awak media.

Di Indonesia sendiri, bertepatan dengan santer diberitakannya kasus pelecehan, pemerkosaan, dan kekerasaan seksual yang justru pelakunya masih di bawah umur. Sehingga film ini menuai banyak kecaman dari sejumlah kalangan. Film yang nampaknya menitikberatkan bertujuan untuk komersil ini, dibumbuhi dengan adegan ciuman dua kali yang lebih hot dari film pertamanya. Bahkan aksi ciuman mesra itu dilakukan berkali-kali saat proses syuting, begitu ucap Riri Riza di The Hall, Senayan City, Jakarta Pusat, Senin, 25 April 2016.

Lagi-lagi adegan ciuman di tempat terbuka dan dipertontonkan kepada jutaan pasang mata. Meskipun tidak ada unsur porno, tapi tidak ada aturan yang ketat dari pihak produser dan manajemen bioskop. Seharusnya penontonlah yang harus disaring. Misalnya, penonton harus telah berusia 21 tahun atau di atasnya. Lebih-lebih yang sudah punya pasangan suami-isteri yang boleh menontonnya. Bagi yang melanggar peraturan tersebut akan dikenai sanksi. Kenyatannya tiga kali ciuman hot dan film ini disuguhkan untuk 13 tahun ke atas. Sebagai pengamat film, penulis menyaksikan sendiri di TKP. Banyak anak seusia SD, SMP dan SMA pun rame-rame menonton. Bahkan tidak jarang membawa pasangannya masing-masing. Bagaimana nasib moral anak bangsa ini di zaman sekarang? Siapa yang bisa disalahkan? Orang tua kah? Atau sistem pendidikannya? Jangan menyebut karena ini sudah zamannya.

Mungkin Riri Riza lupa dalam jumpa pers saat Gerakan Membangun Nurani Bangsa (Gema Nusa) yang dimotori Aa Gym atas dukungan oleh MUI, Hidayat Nur Wahid, Dien Syamsudin, dan tokoh lainnya menantang film “Buruan Cium Gue” yang rilis Multivision Plus tahun 2004. Gerakan ini lahir dari keprihatinan atas krisis moral bangsa. Dan hasilnya film tersebut dicabut dari peredaran sekalipun sang prouser Ram Punjabi berusaha mencegahnya. Pafdahal saat itu, Riri Riza juga berkata tentang sensor film.

Meskipun dalam sebuah seni membutuhkan sebuah kebebasan mutlak dan jika kebebasan tersebut ditutup, kreativitas seni akan terancam. Namun perlu diingat, tetap harus ada aturan yang ketat di sini. Seperti yang penulis sebutkan paragraf sebelumnya. Tapi kalau sudah beralasan untuk tujuan komersil itu yang susah. Terbukti di bioskop mana film yang mengandung unsur sejarah, nilai pendidikan, motivasi, atau film religi lebih rame dibanding film yang megusung kebebasan pergaulan atau pacaran. Film kisah cinta romantis dengan tidak lupa dibumbui adegan panas yang mengumbar syahwat pasti laris di pasaran. Akibatnya jangan disalahkan jika bangsa ini kehilangan banyak generasi dengan baik moralnya karena tidak punya hiburan yang mendidik. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline