Lihat ke Halaman Asli

Pusaka di Ujung Sejarah

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Wajah bukit mulai pucat diamuk badai, kusam tak menampakan memoarnya pada anak-anak negeri. Kering hasrat, menenggelamkan jati diri. Jika ku sandingkan diriku dengan wajah-wajah sejarah, tak ada bedanya mereka pergi dalam catatan indah namun pudar dengan hadirnya wajah-wajah selebritis sementara aku terpaksa pergi menggoreskan luka dalam catatan hati.

Sejak kapan cerita ini bermula, aku pun terkadang sulit meraba masa laluku. Sedang kapan aku makan saja aku tak ingat apalagi memikirkan hal-hal yang besar dalam perjalananku sendiri. Tapi, entah mengapa! yang selalu ku ingat bahwa aku hanya seorang pengukir... ya pengukir luka dalam hati seseorang.

Perjalanan hidup tanpa memaknai pengembaraannya hanyalah rongsongkan jasad bertahtakan nafsu. Geraknya hidup bagai virus-virus iblis di dalam dada. Jadi begitu kah diriku... oh tidak! Sama sekali aku tak menginginkan diri ku dikuasainya, tapi melihat perbutan yang ku timbulkan, perlahan aku menyadari diriku telah terkena imbasnya, virus yang mungkin ku izinkan sukarela menggerogoti diri ku.

Rupa diriku, rupa yang ku kenali atas nama sejarah. Sejarah silam anak negeri yang bergelar pahlawan... itu kata sejarah, tidak untuk mereka. Sejarah yang membesarkan nama-nama mereka dari bangku sekolah.

Aku menyakiti, mereka tidak... ! tapi mereka tersakiti bukan karena lidahku, melainkan para pemuja tahta mereka. Tahta yang sekarang lebih kokoh dan megah dibandingkan tahta mereka di masa silam. Aku menyakiti, tapi diriku sendiri yang tersakiti dan sakitnya hanya segelintir orang saja. Tapi mereka di atas tahta kekuasaan saat ini, bukan hanya diri mu yang mereka sakiti wahai manusia masa lalu negeriku, bukan hanya diriku, tapi seluruh pusaka peninggalanmu atas nama anak negeri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline