Sejarah perjuangan Indonesia dari bangsa yang tertindas menjadi sebuah bangsa merdeka merupakan sebuah perjalanan yang sangat panjang dan kompleks. Panjang karena butuh ratusan tahun untuk sebuah kesadaran kolektiv tentang arti sebuah kemerdekaan, dan kompleks karena kemerdekaan Indonesia diperoleh melalui perjuangan terus menerus dalam berbagai aspek, baik perjuangan fisik dengan betempur di lapangan, maupun perjuangan melalui jalur diplomasi. Hal terakhir inilah yang akan dikupas secara ringkas dalam tulisan ini.
Kemerdekaan Indonesia sejatinya tidak akan pernah tercapai tanpa adanya upaya - upaya diplomatik yang dilakukan oleh para tokoh bangsa pada saat itu. Kendati taktik perang gerilya yang dijalankan oleh para pejuang pada masa itu terbukti efektif dan tidak dapat diremehkan, namun diatas kertas, perang dengan mengerahkan kekuatan militer pada saat itu tentulah sangat beresiko menimbulkakn jatuhnya korban yang lebih besar di pihak Indonesia. Oleh karena itu, para tokoh merasa perlu melakukan upaya perlawanan yang lebih efektif untuk menumbuhkan kesadaran bangsa Indonesia terhadap kemerdekaan, yaitu melalui jalur diplomasi, agitasi, dan propaganda.
Pada masa perjuangan melalui jalur diplomasi, agitasi, serta propaganda inilah fenomena Made In Holland semakin menjadi - jadi, dimana beberapa tokoh perjuangan bangsa yang merupakan lulusan Belanda harus menerima tatapan sinis dari tokoh - tokoh bangsa yang bukan lulusan Belanda. Beberapa tokoh bangsa lulusan Belanda itu seperti; Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Achmad Soebardjo, Iwa Koesoema Soemantri, dan dr. Tjipto Mangunkusumo. Di jajaran militer terdapat nama - nama seperti; Alex Evert Kawilarang dan Jacoob Warouw yang merupakan pentolan KNIL, serta Sultan Hamid II yang merupakan lulusan Akademi Militer Kerajaan di Breda, Belanda. Terdapat pula lulusan - lulusan Institut Pendidikan Perwira Angkatan Laut Kerajaan Belanda (Koninklijk Instituut Voor De Marine) seperti; Eddy Tumengkol, R. Sunardi Hamid, dan H. E. Kawulusan.
Sesungguhnya, tulisan singkat ini tentu tidak memadai untuk menjelaskan tema tulisan ini secara terperinci. Apalagi dengan disertakannya beberapa nama tokoh bangsa dalam tulisan ini yang tentunya perlu kita pelajari kasus per kasus untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam. Dalam lapisan pengetahuan mengenai tema tulisan ini, boleh jadi tulisan ini hanya kulitnya saja, dan barangkali hanya kulit ari dalam lapisan kulit itu sendiri. Oleh sebab itu, diharapkan pembaca bisa lebih mendalami tema ini melalui literatur - literatur mengenai sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang tersedia di perpustakaan - perpustakaan, di taman -- taman bacaan, di media, dan lain sebagainya.
Masa pemerintahan Kolonial Belanda (Hindia Belanda) sebelum Indonesia merdeka tidak bisa tidak adalah pemerintahan yang dzalim. Pemerintahan yang melalui sistem pemerintahannya, membodohkan dan menindas rakyat pribumi (Inlander). Segala peraturan dan kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah Hindia Belanda semata - mata hanyalah untuk memperpanjang umur imperialisme-kolonialisme di tanah air.
Sistem yang diterapkan adalah sistem yang memenjarakan rakyat pribumi dalam kebodohan, sistem yang tidak memberikan ruang gerak bagi rakyat pribumi untuk mengembangkan diri. Kendati demikian, sebagaimana telah diantarkan di awal tulisan ini, setiap orang adalah individu yang bebas dan tidak selalu mewakili kepentingan negara tempat ia berasal. Dapat dikatakan, hal semacam inilah yang terjadi pada masa - masa pemerintahan Hindia Belanda.
Ada saja orang Belanda yang kemudian merasa bahwa kebijakan - kebijakan yang dibuat oleh Belanda di Hindia Belanda sangat tidak etis dan justru membunuh kemanusiaan. Melihat situasi yang demikian membuat orang - orang Belanda tersebut menaruh simpati terhadap perjuangan bangsa Indonesia. Mereka lantas membelot dan bergabung bersama rakyat pribumi dalam perjuangan nasional.
Tidak dapat dipungkiri, keberadaan orang Belanda asli di pihak Indonesia menjadi salah satu pemicu kesadaran bangsa Belanda terhadap penindasan yang telah dilakukan oleh negaranya. Disamping itu, kendati dalam tulisan ini dikatakan bahwa pemerintahan Hindia Belanda adalah pemerintahan yang dzalim, perlu juga dipahami bahwa biar bagaimanapun pemerintahan Hindia Belanda tetaplah sebuah pemerintahan yang berdaulat. Lebih tepatnya, berdaulat diatas kedaulatan negara lain. Penulis perlu menekankan hal ini karena di era sekarang, pemahaman mengenai masa pemerintahan Hindia Belanda sudah mulai tereduksi menjadi sekadar narasi Penjajahan Belanda atas Indonesia.
Memang benar bahwa Indonesia dijajah oleh Belanda, namun penjajahan yang dimaksud tidak terjadi seperti penjajahan yang dilakukan oleh sebuah bangsa barbar yang melancarkan invasi dengan kekuatan senjata dan serta merta memperbudak orang - orang di daerah jajahannya. Sebagaimana kita ketahui, bangsa Eropa, termasuk Belanda masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan. Penjajahan yang dilakukan Belanda adalah penjajahan melalui sistem yang kemudian memberikan legitimasi kepada Belanda untuk bertindak sewenang - wenang kepada bangsa Indonesia. Jadi, dua hal ini harus dipahami bersama - sama, yaitu Sistem dan Penindasan. Tidak boleh dipahami hanya sistemnya saja, ataupun hanya penindasannya saja.
Sebagaimana kita ketahui, dalam setiap sistem, pasti terdapat celah untuk menyimpangi sistem tersebut. Dalam sebuah sistem yang baik, selalu saja ada celah untuk keburukan. Sebaliknya, dalam sebuah sistem yang buruk, pasti selalu saja ada celah untuk kebaikan. Situasi semacam ini pulalah yang terjadi dalam sistem yang diterapkan pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Secara umum, seperti yang sudah dikatakan di awal, pemerintahan Hindia Belanda adalah pemerintahan dengan sistem yang dzalim. Namun, di tengah kedzaliman itu, terdapat beberapa tokoh bangsa yang tetap berpikiran terbuka dan mampu memanfaatkan celah yang terdapat dalam sistem tersebut.