Lihat ke Halaman Asli

Christian Rahmat

Memoria Passionis

Perihal Mendebat Prinsip

Diperbarui: 13 Juni 2019   23:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

      "Dapatkah prinsip seseorang di debat ?" Tanya Shameel kepada Ishmaeel.

"Tentu saja dapat. Tapi tidak akan memberikan dampak apapun terhadap siapa pun" jawab Ishmaeel dengan mantap.

      "Kalau tidak bisa memberi dampak dan merubah apapun, apa gunanya mendebat ?"
"Untuk memperkaya khazanah pemahaman kita dalam banyak aspek kehidupan"

      "Tapi, bukankah mendebat adalah untuk menguji serta membuktikan mana yang lebih baik ?"

"Yang menjadi persoalan adalah apa yang baik untukmu belum tentu baik untuk orang lain di sekitarmu. Apa yang menjadi penawar untukmu bisa saja merupakan racun paling mematikan bagi orang lain di sekitarmu. Hal ini merupakan sesuatu yang fundamental yang harus dipahami dalam mendebat. Agar ketika kau mendebat seseorang, kau tidak tampak memaksakan prinsip dan kehendakmu. Lagipula, memaksakan kehendak pribadi terhadap diri sendiri saja tidak boleh. Apalagi memaksakan kehendak pribadi kepada orang lain ?"

      "Bagaimana kalau sebuah prinsip yang hendak di debat adalah prinsip yang sangat tolol ? Bukankah dengan mendebat seharusnya ketololan itu bisa dihentikan ?"

"Setolol -- tololnya sebuah prinsip, pasti terdapat pembelaan dari para penganutnya. Dan bukankah setiap pembelaan layak untuk didengarkan ?"

      "Oke. Aku akan mendengarkan pembelaan atas prinsip yang tolol itu. Aku akan mendengarnya dengan sabar. Aku harap akan mendengarkan pembelaan yang bagus untuk prinsip yang tolol itu. Tapi, bagaimana kalau pembelaan tersebut sama tololnya dengan prinsip itu ?"

"Pinjamlah mata orang yang baru saja memberikan pembelaan atas prinsip yang tolol itu. Sekarang, melihatlah dengan mata yang kau pinjam barusan. Akankah kau melihat prinsip dan pembelaan atas prinsip itu sebagai sesuatu yang tolol ? Ketika dia mengutarakan prinsipnya, dan melakukan pembelaan atas prinsipnya, yang perlu kau lakukan adalah mendengarkan. Hanya itu yang dia butuhkan. Bukan sebuah penilaian apakah prinsip itu tolol atau tidak."

      "Bagus sekali. Mendengarkan, tapi tidak memberikan penilaian ? Kenapa dia tidak berbicara dengan tembok saja ? Atau berbicara dengan cermin. Itu akan lebih baik. Tembok maupun cermin akan menjadi pendengar yang jauh lebih baik. Tidak akan ada interupsi. Tidak akan ada penilaian tentang tolol atau tidak tolol."

"Maka kau juga sebaiknya berbicara dengan tembok. Pikiran -- pikiranmu itu muncul karena sejak awal kau ingin mendebat dengan niat akan mengubah prinsip orang lain dan mengubahnya dengan prinsip yang kau miliki. Dengan kata lain, kau terlalu percaya diri bahwa prinsipmu itulah yang benar dan tidak akan mengalami penolakan dari pihak manapun. Semua ini sederhana saja. Dengarkan prinsip orang lain, maka dia akan mendengarkan prinsipmu. Tidak ada paksaan. Biarkan prinsip itu yang beradu, dan dia pasti akan menemukan ruang -- ruang di kepala setiap orang yang dapat menerima dan mengaplikasikannya."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline