Lihat ke Halaman Asli

Potensi Dalam Negeri Harus Menjadi Tulang Punggung Pembangunan

Diperbarui: 2 Agustus 2016   12:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber foto: UMKMNESW.COM

Fluktuatif adalah gambaran untuk keadaan hari ini terkait situasi ekonomi-politik nasional maupun internasional. Bahkan pemerintah sendiri mengakui sangat susah untuk mengantisipasinya. Mengapa indonesia selalu terkena imbas ketika ekonomi global bergejolak? Hal tersebut dikarnakan terhubungnya arus modal secara global yang kemudian menguasai sendi-sendi perekonomian indonesia.Kemandirian ekonomi yang ada dalam Nawacita jokowi-jk seharusnya dapat menyelesaikan permasalahan ini atau setidaknya meminimalisir ketergantungan akan modal asing yang kemudian bisa memulihkan kedaulatan bangsa.

Namun fakta berbicara lain, bukannya menyelesaikan/meminimalisir jokowi-jk justru membawa indonesia masuk lebih dalam pada jeratan modal asing ke dalam pasar bebas (neolibralisme). Program pembangunan yang sedang berjalan sekarang ini seperti dibangunnnya jalan tol, pelabuhan, bandara dll adalah fasilitas yang diberikan oleh negara untuk para pemilik modal (kapitalis) dengan dalih membangun indonesia untuk kesejahterakan rakyat. Karna sejatinya ditengah krisis di amerika dan eropa maka mereka memerlukan pasar baru juga percepatan produksi untuk mengakumulasikan modalnya. Disinilah letak hancur leburnya semangat trisakti dalam Nawacita.

Lagi pula mayoritas masyarakat indonesia belum membutuhkan akses tersebut karena belum adanya industri nasional yang kuat sehingga produk yang beredar melalui fasilitas tersebut adalah produk milik perusahaan-perusahaan milik asing dan kaki-tangannya. Sehingga tidak heran jika kebijakan yang dibuat jauh daripada kebutuhan masyarakat luas. Dapat kita lihat dari salah satu kebijakan presiden yang membuka selebar-lebarnya keran investasi, bahkan kepala BKPM mengintruksikan kepada semua kementrian untuk terbuka terhadap investasi dan menteri keuangan yang baru yaitu Sri Mulyani, mengapresiasinya. pemerintah mengatakan tujuan dari kebijakan tersebut adalah agar indonesia mampu berkompetisi diranah global, itu adalah kebohongan besar karna memang apa yang mau kita kompetisikan sedangkan kita tidak memiliki produksi sendiri secara massif. Yang ada justru kita akan menjadi objek dari pada pasar global itu sendiri.

Kebijakan investasi ini akan sangat merugikan, karna sebuah investasi harus menguntungkan pemiliknya, maka diperlukan tenaga kerja murah dan membutuhkan iklim politik yang stabil yang kemudian akan melanggar konstitusi kita tentang kebebasan menyampaikan pendapat (demokrasi). Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan adalah jawaban kebutuhan tenaga murah tersebut. Pengkriminalisasian serta penangkapan terhadap gerakan rakyat adalah jawaban untuk menjamin kesetabilan politik tersebut. Jadi tidak heran jika bapak Wiranto dijadikan sebagai MENKOPOLHUKAM yang diduga bertanggung jawab atas kejadian penghilangan aktivis dimasa lalu dan jika presiden mengatakan pak wiranto berpengalaman, iya, itu benar.

Kebijakan Deregulasi sebetulnya bisa digunakan sebagai langkah presiden untuk mengubah kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat. namun  karna watak dan orientasi rezim ini adalah sebagai pelayan modal asing tidak heran jika deregulasi digunakan sebagai kebijakan untuk memuluskan aliran modal asing ke dalam negeri melalui reformasi sistem keuangan, permudah izin serta perlindungan pada investor.

Undang-undang Tax amnesty adalah perlindungan negara terhadap para penjahat pajak karena diberikan jaminan untuk tidak dapat dipidanakan. Padahal kita tahu, salah satu akibat defisit anggaran adalah karna bandelnya para wajib pajak tersebut yang seharusnya dikenakan pajak progresif, bukan malah di ampuni.

Jika Defisit anggaran adalah alasannya, lalu apakah dengan kebijakan sekarang ini dapat menyelesaikan defisit anggaran tersebut? Untuk sementara mungkin iya. Namun untuk selanjutnya menjadikan investasi dan hutang luar negeri sebagai tulang punggung pembangunan, itu adalah hal yang sangat mustahil. Karena setiap investasi dan hutang selalu diiringi dengan kesepakatan-kesepakatan yang selalu menguntungkan bagi para pemilik modal (kapitalis), jika tidak, mana mungkin mereka mau. Hal tersebutlah yang kemudian akan semakin membuat indonesia tersandra akan kepentingan segelintir orang (pemilik modal) yang akan mengontrol kepentingan orang banyak.

Dalam proses melakukan pembangunan, solusi yang tepat adalah dengan cara memaksimalkan potensi dalam negeri untuk menjadi modal utama. Jika timbul pertanyaan, Apakah mungkin? Maka jawabannya adalah sangat mungkin. Mengapa, indonesia terkenal dengan kekayaan alamnya, namun sayangnya kekayaan alam tersebut tidak di kelola oleh negara. Sehingga pendapatan negara dari kekayaan alam sangat minim, harga hasil pertanian seperti karet, sawit dll pun sangat murah. Hal tersebut dikarnakan pemerintah selalu mengekspor mentahnya. Hutang luar negeri hanya dijadian sebagai pelengkap dan harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang menguntungkan kepentingan nasional.

Maka, Mengambil alih sumber daya alam yang dikuasai asing serta Pembangunan industri nasional yang terintegrasi dengan potensi dalam negeri. Hentikan dan hapus hutang luar negeri, karena kebanyakan hutang tersebut adalah milik swasta (hutang najis) yang tidak mengabdi pada kepentingan nasional serta terapkan pajak progresif pada perusahaan asing dan kaki tangannya adalah solusi jika pembangunan tersebut ditunjukan untuk kepentingan pembangunan ekonomi nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline