Lihat ke Halaman Asli

Ketahanan Pangan, Impor atau Produksi Sendiri ?

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13960425461342139371

"uu no 18 tahun 2012 bab 1 pasal 1 point ke-4 definisi Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan".

Indonesia dikaruniai begitu banyak sumberdaya alam, tanah yang subur dengan keaneragaman hayati yang tinggi. Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman, begitu lirik dalam lagu "Kolam Susu" Koes Plus, grup bandasal Tuban. Tapi akhir-akhir ini kita dikejutkan dengan kasus impor beras vietnam, kasus impor apel China, dan impor garam. Aneh bin ajaib, negeri se-kaya ini, negeri sesubur ini masih melakukan impor pangan, yang notabene bisa dihasilkan sendiri didalam negeri. Pemerintah memang tidak tinggal diam, dengan membuat UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yang didalamnya terdapat konsep ketahanan pangan. UU no 18 tahun 2012 bab 1 pasal 1 point ke-4 definisi Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Yang perlu digarisbawahi disini adalah "KONDISI TERPENUHINYA" jika kita berpikir kritis, yang dimaksud kondisi terpenuhinya itu yang bagaimana ? dengan produksi sendiri kah atau dengan cara yang praktis yaitu impor ?.

Hasil survei petani 2013 mendapatkan data bahwa selama 2003-2013 terjadi penurunan jumlah keluarga petani sebesar 5 juta jiwa. Pemerintah telah mencatat bahwa telah terjadi konversi lahan pangan sebesar 100.000 Ha tiap tahunnya, hal ini tidak seimbang dengan program pemerintah untuk pencetakan sawah setiap tahun 50.000 Ha. Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai instansi terkait, mencatat impor yang tidak sedikit jumlahnya. Secara volume (Januari-Oktober), impor pangan mencapai 15,4 juta ton atau setara dengan US$ 7,73 miliar. Jenis pangannya pun sangat beragam. Mulai dari singkong, cabai, kopi, susu, bawang, tepung terigu, kedelai hingga beras (detik Finance). Tentunya menjadi semakin miris karena pangan ini bisa diproduksi di dalam negeri. UU No 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan pun tidak berkutik mengatasi laju konversi lahan pangan. Pada UU No 18 Tahun 2012

bab IV pasal 14 point 1 terdapat syarat penting bahwa Sumber penyediaan Pangan berasal dari Produksi Pangan dalam negeri dan Cadangan Pangan Nasional. Dalam hal sumber penyediaan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum mencukupi, Pangan dapat dipenuhi dengan Impor Pangan sesuai dengan kebutuhan. lalu Bagaimana kita mewujudkan "KETAHANAN PANGAN" dengan konsep memproduksi sendiri, bila pemerintah tidak serius menangani permasalahan konversi lahan, kurangnya jumlah petani, maraknya impor pangan yang telah terjadi.

Solusi yang ditawarkan penulis kepada pemerintah adalah menegakkan dan menjalankan amanat UU Pokok Agraria No 5 Tahun 1960, UU No 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan, UU No 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan  Petani. dan perlu di ingat bahwa Pemerintah memiliki Generasi Muda Pertanian sebanyak 14.081.620  (34,78%) dengan rentang 15-34  tahun (BPS 2010). Sebuah potensi yang besar dan sangat perlu diperhatikan dan dikembangkan kapasitasnya. karena merekalah adalah penerus dan pemberi makan bangsa kita nanti.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline