Lihat ke Halaman Asli

Belajar Bertanggung Jawab dari Pemimpin Negeri Tetangga

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perdana Menteri Korea Selatan Chung Hong-won membungkuk usai mengumumkan pengunduran dirinya (sumber: Tempo.co)

[caption id="" align="aligncenter" width="620" caption="Perdana Menteri Korea Selatan Chung Hong-won membungkuk usai mengumumkan pengunduran dirinya (sumber: Tempo.co)"][/caption] Kenapa Indonesia harusnya malu ketika membaca berita pengunduran diri Perdana Menteri (PM) Korea Selatan, Chung Hong-won? Apalagi presiden Park Geun-hye sampai meminta maaf atas tragedi terbaliknya kapal feri Sewol yang merenggut banyak korban. Kenapa pejabat tinggi sebuah negara harus mengakhiri karirnya seperti itu padahal kecelakaan terjadi (mungkin) karena faktor alam yang di luar kuasa mereka? Nyawa seorang manusia itu sangat mahal harganya. Bahkan Amerika Serikat sampai menggelar operasi militer (skala kecil) untuk menyelamatkan nyawa Richards Phillips, seorang kapten sebuah kapal kargo yang disandera perompak Somalia. Jika anda menyaksikan kisahnya dalam film Captain Phillips (diperankan oleh Tom Hanks), kita bisa melihat akan lebih mudah bagi pemerintah Amerika Serikat membiarkan perompak mengeksekusi Kapten Phillips. Toh, peristiwanya terjadi di luar wilayah Amerika dan semua tahu kebijakan 'tidak bernegosiasi dengan teroris' yang selalu didengungkan Amerika. Namun kita harus sadar bahwa nyawa, atau hak untuk hidup, adalah bagian dari hak asasi manusia yang harus dijamin oleh sebuah negara. Oleh karena itu sudah sewajarnya jika sebuah negara melakukan apa saja untuk menyelamatkan nyawa warga negaranya. Bahkan jika sebuah bencana kepalang terjadi dan berujung pada tragedi kematian maka negara harus bertindak secepat mungkin untuk mencegah timbulnya korban baru dan mengevakuasikan korban secepatnya agar dapat memberikan rasa tenang (aman) kepada warga negara lainnya; khsusnya kepada keluarga/kerabat korban. Ini pendapat saya. Kemampuan finansial atau kekuatan militer setiap negara pasti berbeda-beda, tetapi kita bisa menilai seberapa serius sebuah pemerintahan menjalankan kewajibannya berdasarkan pada usahanya untuk menjamin hak asasi warga negaranya; terutama hak untuk hidup. Penanganan dan langkah pencegahan sebelum musibah serta respons pemerintah setelah musibah terjadi adalah tolak ukur keseriusan pemerintah dalam mempertahankan negara. Baik musibah yang bersifat natural (bencana alam), kriminal, atau bilateral (seperti TKI yang diancam hukuman mati). Jika sebuah pemerintah mengagungkan kemakmurkan negara namun tutup kuping & mata ketika ditanya soal keamanan warga negaranya, percaya deh, pemerintahan tersebut bukan sedang membicarakan kemakmuran negara tapi kemakmuran diri, keluarga, partai, dan kelompoknya saja. Bertanggungjawab bukan berarti harus segera mundur ketika ada musibah yang memakan korban nyawa terjadi. Pengunduran diri dari posisi adalah langkah terakhir. Mungkin orang yang menggantikan dirinya ternyata lebih rendah kemampuannya, tapi itu sebuah kemungkinan yang perlu dibuktikan seiring waktu berjalan. Masalahnya saat ini, musibah telah terjadi dan pejabat tersebut terbukti tidak mampu melakukan apa yang diharapkan oleh warga negaranya; terutama para pendukung dan pemilihnya pada saat Pemilu. Semoga tahun depan Indonesia memiliki presiden dan jajaran staf pemerintahan yang baru, yang lebih bertanggungjawab dari sebelumnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline