Lihat ke Halaman Asli

Menulis, Membuatku Menangis

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Beberapa hari yang lalu saya sedang sibuk bersih-bersih perpustakaan bersama teman-teman guru dan beberapa siswa di sekolah, tiba-tiba Lusy datang sambil berteriak, “Menulis, membuatku menangis”. Aneh sekali Lusi ini, ada apa sebenarnya? Namun saya senang sekali melihatnya. Melihat senyum manisnya. Semangat dan kerja kerasnya.

“Benar bu, menulis membuatku menangis, bukan menangis karena sedih, akan tetapi menangis bahagia. Bagaimana tidak bahagia? Ternyata aku bisa. Bisa menulis.”, jelas Lusi sambil membuka karyanya. Dua buah sinopsis yang telah ditulis dan ditempel di selembar kertas buffalo. Ternyata dia berusaha membuat BOOK TALKS. Dengan membuat book talks dia ingin berbagi.

Beberapa bulan yang lalu saya mendapatkan ilmu ini dari Bu Resty dari Tangerang. Kemudian saya buat contoh dan mulai melakukan sosialisasi ke siswa. Hasilnya, mampu meningkatkan minat baca siswa. Dengan membaca ringkasan cerita yang di tempel di dinding menimbulkan rasa penasaran siswa untuk mencari bukunya dan membacanya. Terima kasih bu Resty.

Menumbuhkan semangat menulis dan membaca pada anak memang tidaklah semudah membalik telapak tangan. Namun kita semua orang tua, guru dan masyarakat seharusnya bekerja sama untuk membangunnya. Literasi anak menjadi tanggung jawab kita bersama.

Ternyata bukan hanya Lusi yang memiliki pengalaman, “Menulis, membuatku menangis”. Edy juga memiliki pengalaman yang sama. Bedanya Edy lebih suka membaca buku-buku ilmiah dan buku-buku spiritual, sedangkan Lusy suka membaca teenlit. Edy lebih pendiam, sedang Lusy sangat ceria.

Edy biasa mengungkapkan pengalaman batinnya dengan tulisan, sedangkan Lusy senang mengungkapkan perasaannya melalui kata-kata. Edy sering bercerita tentang pengalaman membaca dan menulisnya melalui sms. Saya menyukai karyanya. Kebetulan saya mengajar fisika, Edy salah satu siswa terbaik saya di kelas X. Lusi prestasinya tidak sebaik Edy namun dia anak yang baik. Selalu berusaha menjadi yang terbaik. Dan anaknya sangat sopan.Saat ini Lusy sedang berusaha mengubahnya kebiasaan berbicara atau berkata-kata ke dalam bentuk tulisan. Ketika bisa dia senang sekali sampai menangis. Saya bangga padanya.

Namun kita tidak perlu kawatir pada akhirnya Lusy dan Edy bisa berbagi, mereka bisa berdiskusi dan meningkatkan imaginasi serta meningkatkan keterampilan menulis di perpustakaan sekolah, karena secara alamiah setiap anak memiliki keinginan untuk menjalani hidup ini supaya penuh arti / makna. Sebagai guru kita tinggal menyediakan fasilitas yang memadai guna memberi ruang gerak siswa untuk berkarya dan berimaginasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline