Lihat ke Halaman Asli

Brimob Jangan (Kini) Menjadi Mesin Pembunuh Rakyat

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Brimob Jangan (Kini) Menjadi Mesin Pembunuh Rakyat Oleh : Nicho Silalahi. Sejarah Singkat Brimob. Brimob (Brigade Mobil) adalah unit (korps) tertua pada Kepolisian Republik Indonesia yang menjadi satuan elit tempur (paramiliter). Pada awal terbentuknya memiliki tanggung jawab tugas untuk melucuti senjata penjajah  (Jepang), serta  melindungi kepala Negara dan mempertahan ibukota diera awal kemerdekaan, bahkan korps inilah yang pertama kali mendapat penghargaan dari presiden Republik Indonesia saat itu dijabat IR.Soekarno yaitu Sukanti Yano Utama Dalam sejarah perjalananya banyak tugas yang telah dilakukan brimob sukses besar terutama menghadapi gerakan sparatis yang bermuara pada pemberontakan seperti Peristiwa Madiun, DII/TII di Jawa barat (S.M Kartosuwiryo), di Sulawesi (Kahar Muzakar), di Aceh (Daud Beureueh). Awal tahun 1950 menumpas pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (Kapten Raymond Westerling), Pada tahun 1953 Brimob juga dikerahkan di Kalimantan Selatan kala itu masih bernama Mobrig untuk memadamkan pemberontakan rakyat yang dipimpin oleh Ibnu HajarKetika Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) diumumkan pada 15 February 1958 dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai tokohnya, pemerintah pusat menggelar Operasi Tegas, Operasi Saptamarga dan Operasi 17 Agustus dengan mengerahkan Mobrig. Mobrig bersama pasukan-pasukan TNI berhasil mengatasi gerakan PRRI di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Timur, Riau dan Bengkulu.

Perlawanan Rakyat. Dari sejarah singkat perjalanan Brimob dapat kita lihat sikap tegas yang ingin menjaga keutuhan NKRI, namun dibalik sejarah itu ribuan nyawa rakyat menjadi korban yang mana sejak Indonesia Medeka rakyat hanya ingin lepas dari yang namanya penindasan dan penjajahan serta mendapatkat kesejateraan. Perlawanan – perlawanan rakyat akan terus hadir baik itu harus menggunakan senjata sebab, hingga saat ini hukum hanya menjadi komoditi pasar yang sangat menggiurkan bagi para pelakunya sehingga hukum ibarat sebuah pisau yang hanya tajam kebawah namun tumpul keatas. Munculnya konflik – konflik agraria disebabkan dosa Orde Baru dimana saat berlangsungnya rezim otoriter dan militeristik soeharto menggunakan tangan besi untuk merampas tanah rakyat dan menjustifikasi rakyat dengan sebutan BTI/PKI (Barisan Tani Indonesia/Partai Komunis Indonesia) jika saja rakyat menolak untuk tidak menyerahkan tanahnya agar menjadi perkebunan – perkebunan yang dikelola BUMN maupun swasta, seperti yang terjadi diberbagai daerah salah satunya desa Dagang Kerawan Kecamatan Tanjung Merawa Kabupaten Deli Serdang dimana saat itu rakyat dipaksa untuk menyerahkan tanahnya dengan menggunakan kekuatan tentara.

Polisi Jangan Menjadi Centeng Perusahaan. Berkali – kali kita lihat polisi dengan personil brimobnya dan bersejatakan lengkap menjadi mesin - mesin pembunuh bagi para petani dan rakyat lainnya, mereka dengan mudahnya meletuskan sejata mematikan tanpa pernah berfikir ada nyawa menjadi korban akibat letusan senjata itu. Sudah berulang kali dan tidak pernah habisnya rakyat menjadi korban dari sebuah kebijakan mengacu pada kepentingan modal dan lagi – lagi aparat yang seharusnya melindungi dan mengayomi masyarakat malah menjadi barisan terdepan untuk memukul bahkan membunuh rakyat. Gejolak perlawanan rakyat selama ini semata ingin mendapatkan kesejateraan yang mana sudah menjadi keharusan sebuah Negara untuk mensejaterahkan rakyatnya dan melepaskan dari belenggu kemiskinan. Seharusnya kepolisian maupun Brimobnya tidak langsung melakukan tindakan – tindakan propokativ serta menjadi centeng bagi perusahaan yang dapat memicu konflik semangkin melebar tetapi lebih melakukan pendekatan persuasife dengan musyawarah untuk mencapai mufakat karena hal itu telah diatur dalam konstitusi negri ini. Sikap Pemerintah Pemerintah dalam hal ini kepala Negara harus mempunya sikap tegas yang bertujuan untuk kesejateraan rakyat. Jika Kepala Negara dalam hal ini SBY  memang berpihak bagi kesejateraan rakyat maka sudah selayaknya seluruh perkebunan itu dibubarkan dan membagikan tanah tersebut kepada rakyat serta menjalankan UUPA no 5 tahun 1960 secara konsukuen sebab dengan hal itu maka dia juga telah menciptakan lapangan kerja baru bagi jutaan rakyat Indonesia. Dengan pembagian tanah terhadap rakyat maka negri ini mampu menjadi Negara swasambada pangan kembali tidak seperti saat ini yang kedelai dan beras saja harus import dari luar negeri. Intinya pemerintah harus segera membuat program-program yang pro rakyat bukan hanya sebatas wacana mengilusi rakyat saat akan digelar pesta demokrasi tetapi dengan kerja nyata dari pemerintahlah rakyat dapat lepas dari kemiskinan serta pemerintah juga menjalankan amanat UUD 1945 serta kembali menjadi Negarasosialisme seperti yang menjadi semangat pancasila. ------------------------------------------- Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Medan Area. Ket : Gambar pertama koleksi pribadi penulis dan gambar kedua mobil yang dibakar serta gambar ketiga seorang oknum menodongkan senjata didapat dari Internet

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline