Menteri agama Lukman Hakim Saifuddin dan juga menko Wiranto mempertanyakan tujuan dari Reuni 212. Tidak ada yang secara jelas dan terus terang menyatakan tujuan aksi kali ini. Fahri Hamzah bilang dalam pertemuan itu bahwa 'Jokowi patutnya hadir dan ngomong', ditambah lagi katanya polisi mau menangkap dia. Begitu juga Fadli Zon bilang kalau Jokowi 'baiknya hadir kalau tidak mau dituduh komunis'. Amien Rais bilang 'Jokowi jangan kuatir', he he . . . semua pembicara tidak mengatakan tujuan sesungguhnya reuni ini. Gubernur terpilih Anies
hadir sepertinya terpaksa 'balas jasa' tanda terima kasih dengan dengan 'senyuman asam' karena dia terpilih bukan sengaja tetapi karena yang dipilih ketika itu adalah ABA (Asal Bukan Ahok), dan Anies adalah ABAnya. Jadi dari semua omongan tidak ada terdengar apa tujuan reuni.
Di media sosial ada beberapa jawaban dalam menyanggah sikap Menag yang mempertanyakan tujuan reuni itu. Masakan Menag tidak mengerti
tujuannya, ya mempersatukan islam, katanya. Islam mana? Organisasi massa besar islam di Indonesia, NU dan Muhammadiyah bahkan juga MUI tidak mau ikut dalam aksi Reuni 212 itu. Lantas siapa yang mau dipersatukan, atau mungkin lebih tepat kalau ditanyakan siapa yang keluar dari persatuan besar islam yang sudah ada itu? Atau siapa yang mau memecah belah?
Bandingkan dengan aksi 411 dan 212 tahun lalu bertujuan politis memaksa Ahok turun panggung atau dipenjarakan. Apakah tujuan Reuni 212 rahasia? Hanya Kapolri Tito tegas mengatakan terus terang bahwa sejumlah ormas dan mereka yang mengorganisiasi acara bertajuk reuni alumni 212 itu memiliki motif politik, meski berbalut nuansa keagamaan.
Dan dalam politik dikatakan oleh presiden FD Roosevelt begini:
"In politics, nothing happens by accident, you can bet it was planned that way."
Jadi sesuai dengan pengalaman Roosevelt, gerakan 'reuni' 212 karena politis atau 'gerakan politik walaupun berkedok agama', pastilah sudah ada yang menyiapkan prosedurnya dan untuk apa aksi dibikin.
Siapa yang merencanakan dan menggiring massa ke pertemuan itu? Edward Bernays si jago public relations (propaganda dan iklan) 1928 bilang:
"we are dominated by the relatively small number of persons...who understand themental processes and social patterns of the masses. It is they who pull the wires which control the public mind."
Apakah semudah itu menggiring dan mengutak-ngatikkan massa yang banyak jumlahnya itu? Terlebih karena gerakan massa ini bukan kebetulan, seperti dikatakan oleh Roosevelt itu, tetapi aksi politik.