Lihat ke Halaman Asli

Mari Nasionalisasi Rupiah Kita

Diperbarui: 24 Juni 2015   14:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa pekan terakhir ini, di Pekanbaru - Riau, para aktivis pergerakan (mahasiswa maupun pemuda), salah satunya KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Islam) Daerah Riau beserta turunannya (KAMMI Komisariat) dengan giat dan lantang menyuarakan gerakan “Nasionalisasi Aset Bangsa” (minyak dan gas bumi - migas), yang salah satu program terdekatnya adalah merebut kembali Blok Siak dari PT CPI (Chevron Pacific Indonesia) yang kontraknya habis pada 27 November 2013 mendatang ke pangkuan Ibu Pertiwi (dikelola oleh PT Pertamina - BUMN RI). PT CPI, atau yang sering disebut dengan Chevron, merupakan perusahaan ASyang bertugas mengeksplorasi minyak yang ada di Riau. Para karyawan CPI ditempatkan di Dumai, Duri, Minas dan Rumbai. Chevron juga merupakan perusahaan kontraktor minyak terbesar di Indonesia, dengan produksi sudah mencapai 2 miliar barrel.

Para aktivis KAMMI ini berkaca dari keberhasilan Presiden Venezuela, Hugo Chavez dalam membangun kemandirian Venezuela dan membebaskan Venezuela dari cengkeraman kapitalisme dengan semboyan Revolusi Bolivariannya, yang salah satu kebijakannya yang fenomenal yaitu nasionalisasi aset. Saya ingin menanggapi langkah KAMMI. Saya mengapresiasi hal ini. Tetapi hal ini akan menjadi rumit dan sulit terlaksana jika simpul permasalahan belum diselesaikan. Apa itu simpulnya?

Sosialisme dan kapitalisme termasuk 2 paham yang berpengaruh di dunia. Dua paham ini juga dipandang banyak pengamat sebagai paham yang banyak pendukungnya, sampai-sampai masing-masing punya garda terdepan, anti sosialisme dan anti kapitalisme. Sebagai seorang yang mewarisi paham sosialisme dan anti kapitalisme, sudah jelas Hugo Chavez punya kepentingan individu maupun kelompoknya untuk melestarikan paham yang dia anut serta mengekang kuat-kuat paham yang lain yang dianggap dapat membahayakan pahamnya.

Hugo Chavez yang menyebut falsafah politiknya sebagai Bolivarianisme, menyatakan perbedaannya dengan paham konvensional sosialisme negara. Ia menekankan perlunya “demokrasi partisipatif” melalui institusi rakyat “Dewan Komunal” (di Indonesia disebut dengan DPR) dan keterlibatan akar rumput. Ada kemiripan sikap antara Hugo Chavez dengan founding father kita Bung Karno, yaitu sama-sama menasionalisasikan perusahaan-perusahaan asing, dan dalam cakupan yang sangat luas. Tak hanya perusahaan migas, tetapi perusahaan telekomunikasi, semen, energi dan kelistrikan, besi, bahkan pangan dan pertanian, ia ambil demi rakyat Venezuela. Dan ada poin penting yang jangan sampai terlupakan. Apa itu?

Poin penting ini adalah, Hugo Chavez menyatakan Venezuela keluar dari (cengkeraman) IMF dan Bank Dunia, yang berarti perbankan Venezuela tidak bergantung pada asing, tidak dapat didikte dengan semena-mena oleh asing. Poin inilah yang saya sebut sebagai simpulnya, yang membuat langkah Hugo Chavez ber-akselarasi. Langkahnya jadi semakin mudah, semakin cepat dan semakin meluas.

Dan programnya yang paling mutakhir, tapi terhenti karena Allah SWT memanggilnya, adalah minatnya untuk mencetak dan menggunakan mata uang emas dan perak. Hal ini diyakininya akan dapat membebaskan Venezuela sepenuhnya dari cengkeraman asing dan mandiri dalam keadilan dan kesejahteraan dengan tahap yang maksimum. Hugo Chavez memulai program ini sejak Agustus 2011. Dia menarik tabungan emasnya dari Bank-bank Eropa. Dari 360 ton, lebih dari 352 ton telah ditarik pulang, dalam 3 bulan. Dan akhir 2011, Hugo Chavez meminta Menterinya, Tarek Al Aissami, seorang Muslim (Menteri Dalam Negeri dan Hukum) untuk mempelajari pencetakan uang emas & perak, merujuk pada dinar & dirham (syari’at Islam).

Lain Venezuela, lain lagi Argentina. Argentina juga meniru sikap Venezuela untuk menasionalisasi aset-asetnya. Tapi apa yang terjadi?Argentina tidak dapat berbuat banyak dan mendapat sanksi dari IMF (karena IMF yang mengendalikan perbankan dan mata uang Argentina).

Namun bukan dinar dirham yang jadi prioritas utama yang saya sarankan sebagai tanggapan untuk teman-teman KAMMI (khususnya KAMMI Daerah Riau). Saya menyarankan KAMMI untuk menyelipkan salah satu programnya untuk “menasionalisasi Rupiah”. Saya optimis, dengan dinasionalisasinya Rupiah kita, akan menjadi awal akselarasi untuk perubahan bangsa dan negara kita yang tercinta ini. Langkah-langkah lainnya seperti nasionalisasi migas akan lebih mudah tercapai. Dan bukan tidak mungkin perusahaan-perusahaan selain migas akan dapat juga dinasionalisasi. Semua aset bangsa yang ter-eksploitasi asing akan kembali ke pelukan Ibu Pertiwi suatu hari nanti. Salam hangat dari saya wahai para Muslim Negarawan, “Aksi Kuat, Ibadah Taat, Prestasi Hebat”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline