Lihat ke Halaman Asli

Anwar Effendi

Mencari ujung langit

Nasib Pekerja Pers, Sampai Kapan Bisa Bertahan?

Diperbarui: 16 Mei 2020   10:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi ID Card pekerja pers. (ANTARA FOTO/IRSAN MULYADI via kontan.co.id)

Hasil survei Center for Economic Development Study (CEDS) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Padjadjaran (Unpad) terkait dampak pandemik Covid19 terhadap pekerja pers, bisa jadi bahan renungan serius.

Survei yang dirilis Kamis 14 Mei 2020 menyebutkan, perusahaan pers utamanya media cetak yang semula sudah kelimpungan, dihajar lagi dengan datangnya wabah virus corona. Kondisi tersebut, membuat kegelisahan para jurnalis yang menjadi ujung tombak pengisian konten media cetak.

Saat ini, para jurnalis bekerja kurang fokus, karena dibayangi-bayangi masalah gaji yang tidak jelas, tunjangan yang hilang, dan kemungkinan THR yang ditiadakan. Akibatnya, para jurnalis dari hasil survei tersebut merasakan depresi (45,92%).

Di sisi lain, pergerakan jurnalis yang semakin terbatas akibat pandemik covid19 memunculkan kejenuhan bekerja. Persentase kejenuhan bekerja dari para jurnalis mencapai 57,14 persen. Lebih menyedihkan lagi, para jurnalis juga tidak bisa menghindari ancaman dirumahkan hingga pemutusan hubungan kerja (PHK).

Sebelum virus corona melanda, memang media cetak sudah banyak yang bertumbangan. Sejumlah koran, tabloid, dan majalah pamit kepada pembacanya karena tidak mampu terbit lagi. Sementara yang masih bertahan, dihadapkan masalah sulitnya mendapatkan iklan. Padahal, selama ini kehidupan media cetak mengandalkan pemasukan dari pemasang iklan.

Berkurangnya pendapatan iklan, membuat media cetak kelas menengah dan kecil makin kesulitan memperoleh dana operasional. Sementara, ada atau tidak ada iklan, media cetak tetap terbit. Jika dana operasional tersedot untuk pembelian kertas, otomatis perusahaan pers berpikir untuk mengurangi gaji, bahkan sampai penundaan gaji jurnalis.

Ancaman PHK

Dalam meeting Dewan Pers dengan para Pemred Media Cetak, Online, Radio, dan Televisi, dan PWI, AJI, PRRSNI, SPS, yang dilakukan secara virtual, memnculkan angka sekitar 400 anggota Serikat Perusahaan Suratkabar (SPS) sudah mengurangi jumlah karyawannya. Tidak menutup kemungkinan juga, kalau kondisi belum kembali normal, ke depan akan terjadi PHK yang menimpa para jurnalis.

Apa yang menimpa perusahaan pers memang sangat memprihatinkan. Di satu sisi, mereka terus aktif menyebarkan informasi pandemik covid19, pada saat yang bersamaan mereka justru menjadi korban yang tidak terperhatikan. Seolah-olah perusahaan pers menjadi bagian yang aman-aman saja selama pandemik covid19. Padahal kalau boleh menangis, airmatanya sudah lama bercucuran.

Pekerja pers tidak jauh beda dengan buruh pabrik yang menghadapi nasib gaji yang tidak jelas. Kekhawatiran bakal dirumahkan, sampai ancaman di-PHK. Cuma pekerja pers masih mampu menutup diri atas penderitaannya seiring menjalankan tugasnya, yang cenderung sering membela kaum yang tertindas.

Sudah menjadi bagiannya, pekerja pers menyuarakan nasib buruh pabrik yang sering menderita. Atau aktif membela perjuangan guru untuk mendapatkan hak-haknya. Kini giliran pekerja pers pada posisi yang SOS siapa yang peduli. Siapa yang memperhatikan hak-haknya terjamin.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline