Lihat ke Halaman Asli

Anwar Effendi

Mencari ujung langit

Mengingat Kenangan di Rumah Kebun

Diperbarui: 6 April 2020   05:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rumah Pohon jadi ikon Ciater Camping Park.

Waktu itu hari belum beranjak ke petang. Jam masih menunjukan pukul 15.00. Namun cuaca di Ciater Subang kurang bersahabat. Kami dari alumni SMAN 3 Cirebon tahun 1987, saat itu merencanakan pembahasan program kerja dengan bermalam di kawasan Ciater Camping Park.

Belum juga puas melepas rasa lelah, air gerimis mulai turun sekitar Rumah Kebun yang kami tempati. Langit semakin gelap. Tanpa turun hujan saja, Ciater sudah dingin. Keruan saja semua hadir langsung mengenakan baju penghangat. Kabut yang terus turun membuat suasana makin menggigil.

Beruntung saat itu, kami sudah memesan makanan dan minuman. Begitu singkong dan kacang rebus datang, langsung jadi rebutan. Makanan yang yang dihidangkan masih hangat itu, sangat cocok di suasana dingin. Minumannya sengaja kami pesan wedang bandrek. Rasa jahenya sangat nikmat, efeknya pun menghangatkan badan.

Entah karena kelaparan atau merasa cocok, dalam waktu singkat singkong dan kacang rebus habis. Demikian juga dengan wedang bandrek, banyak yang mengonsumsi lebih dari dua gelas.

Sebelum malam menjelang, kami menyelesaikan tujuan utama berkumpul di Rumah Kebun kompleks Ciater Camping Park, yakni membahas program kerja alumni dan pembentukan pengurus baru. Ada beberapa perdebatan, tapi itu tidak mengganggu kekompakan. Semua dicarikan solusinya.

Ciater Camping Park jadi tempat foto yang indah.

Selesai acara pokok, apalagi kalau tidak bersenang-senang. Kebetulan hujan mulai mereda. Kami kemudian ingat dapat kiriman kayu bakar dari pengelola Rumah Kebun. Langsung saja ramai-ramai keluar lewat bagian belakang Rumah Kebun.

Di sana disediakan tempat pembakaran api unggun. Di sekeliling tempat pembakaran api unggun itu, tersedia tempat duduk terbuat dari cor semen dengan jarak dua meter. Ketika kayu-kayu dibakar dan api menyala, kami benar-benar merasakan kehangatan. Sayang kelap kelip bintang di atas langit tidak terlihat.

Suyud dan Wenny yang memandu acara bebas itu, mampu menghadirkan gelak tawa. Setiap yang hadir diminta mengingat hal-hal yang menyebalkan di antara sesama teman. Hal itu jadi terlihat lucu. Hal yang menyebalkan justru baru diungkapkan setelah sekian tahun berteman.

Oh ya, sambil bersenda gurau di depan api unggun, kami mengeluarkan perbekalan jagung dalam jumlah yang banyak. Setelah mengupas kulitnya, kami membuat jagung bakar. Hasilnya sudah bisa ditebak, karena bukan ahli membakar jagung, maka banyak yang gosong. Tapi apa pun hasilnya tetap dimakan, karena suasana yang menyenangkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline