Menulis di Kompasiana itu, bagi saya menyalurkan hobi. Terasa sayang jika senang jalan-jalan, kemudian tidak berbagi pengalaman. Jadi, suatu saat nanti, kalau cerita (misal ke cucu) ada bukti, baik tulisan maupun foto, tinggal klik saja di Kompasiana.
Makanya sudah sangat merasa senang, jika hasil tulisan dari jalan-jalan, akhirnya bisa tayang di Kompasiana. Cukup sampai di situ.
Harus diakui juga, sebagai orang yang masuk kategori gagap teknologi (gaptek), saya sempat bingung bagaimana bisa menulis di Kompasiana. Mintalah bantuan anak, bagaimana proses regrestasi, mulai dari login, mengisi form data diri, hingga menunggu proses validasi.
Tanggal 12 Maret 2020 saya coba mendaftarkan diri sebagai kompasianer. Saya merasa cukup ribet juga harus mengisi NPWP dan nomor rekening bank segala. Ini maksudnya apa? Harus difoto lagi. Ampyuuuuun dah.
Mau menulis cerita jalan-jalan saja, kok sampai segitunya. Tapi proses itu akhirnya tetap dijalani. Setelah selesai semua, saya menerima jawaban: tunggu proses hasil validasi seminggu kemudian. Ya sudah, percaya saja. Saya menunggu.
Tak disangka, sehari kemudian tanggal 13 Maret 2020 ada pemberitahuan proses validasi bisa diterima. Tapi, seperti sudah disebutkan, saya masuk golongan gaptek, maka pemberihauan itu terabaikan. Baru pada tanggal 14 Maret saya mengetahuinya, sudah bisa menulis di Kompasiana.
Mulailah pengalaman saya sebagai penulis pemula di Kompasiana. Saya coba menulis pengalaman jalan-jalan bersama istri mendaki sekaligus bermalam dalam tenda di puncak Gunung Papandayan. Tidak ada pikiran apa-apa, kalau tulisan saya itu bisa tayang di Kompasiana, senangnya luar biasa. Ada yang baca syukur, gak ada yang baca ya tidak masalah.
Belakangan saya kaget, ternyata yang membaca tulisan itu bisa terlihat. Jumlahnya mencapai 95. Sempat masuk deretan lima tulisan populer di kolom wisata (travel).
Anak saya lantas memberi tahu perihal itu. Saya enteng saja menjawab: jangan suka bikin hoaks.
Eh anak saya malah memberikan pejelasan lebih rinci. Bukan saja jumlah yang membaca tulisan saya, tapi tentang statistik. Nah, nah, saya mulai benci jika bicara statistik. Soalnya sampai sekarang masih suka bingung dan kadang tidak bisa membaca statistik. Peduli amat dengan hal itu. Bodo amat.
Saya terus saja menulis setiap hari, tanpa mempedulikan statistik. Saya senang bisa menulis dan terdokumentasikan di Kompasiana. Ternyata tulisan-tulisan saya, sering jadi yang terpopuler di kelompok wisata (travel). Ini yang membuat saya jadi makin semangat.