Lihat ke Halaman Asli

Bukan Sekadar Ngobar

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

“Ngopi kita ntar malam?”

Begitu SMS yang kuterima siang tadi. “Ok. Di tempat biasa ‘kan?” balasku kemudian.

“Kita ganti posisi sesekali. Di jalan Chik Dipineung ada warkop baru. Kayaknya wifi-nya kencang.”

Kesepakatan pun terjadi. Aku dan dia, temanku itu, ngobar—ngopi bareng—di warung kopi baru dimaksud. Bersama kami malam ini, sudah berkumpul pula dua teman lainnya. Tiga di antara kami berempat sudah membuka laptop masing-masing, sedangkan satu lagi tidak bawa laptop.

Demikian berlaku di Aceh, kampung kami selepas amuk laut surut. Warung kopi kian tumbuh serupa jamur di musim hujan. Di mana ada terdengar dibuka warkop baru, banyak orang mulai “melacak” tempat tersebut. Yang dicari bukan kopi atau sajian makanannya, melainkan jaringan internet yang tersedia. Tatkala udah tahu disediakan jaringan internet di sebuah warkop, pertanyaan kedua muncul, “Kencang tidak? Kencang mana dengan warkop si fulan? Bisa download tidak?” dan sejumlah pertanyaan lainnya.

Tidak usah heran, acap fasilitas sebuah warung kopi jadi pebincangan, mulai anak-anak sekolahan sampai pada pengangguran. Seperti kami malam ini, umumnya para lelaki yang datang ke warkop membawa tas yang isinya sudah dapat ditebak—pasti laptop. Siang hari, perempuan-perempuan muda, rata-rata usia mahasiswa pun tidak ketinggalan mendatangi warkop dengan lapto masing-masing. Sejumlah kantin sekolah pun sudah mulai menyediakan fasilitias wifi.

Malam ini, saat kutuliskan kisah ini—aku juga membawa laptop sederhanaku. Di warkop baru itu kutuliskan cerita ini sembari menyaksikan temanku mendownload software untuk laptonya yang baru idinstal ulang.

Kutahu ia seorang terpelajar lulusan Iran. Kadang aku heran bila melihat isi laptopnya dan membandingkannya dengan beberapa laptop di meja dekatku. Jika banyak laptop kulihat di layar monitornya terpampang poker, di laptop temanku malah berbagai situs tentang filsafat, ilmu-ilmu agama, dan ada juga situs berbahasa Arab.

Fenomena laptop di warung kopi di Aceh memang unik. Banyak orang ke warkop untuk membuka jejaring sosial dan main game online. Akan tetapi, tidak dapat dinafikan juga ada yang memang mencari bahan kuliah atau belajar. Ya, seperti temanku itu. Hehe

Singkatnya, ke warung kopi di Aceh bukan lagi sekadar untuk minum kopi. Banyak hal dilakukan orang di sebuah warkop. Ada yang membicarakan masalah pekerjaan, soal politik, soal olahraga, dan tentunya untuk main game pun, warung kopi jadi pilihan sekarang ini. Trend-nya warkop di Aceh. Segelas kopi pancung atau secangkir sanger, dapat dinikmati 4-5 jam. Sisa waktu lebih ke laptop dan perbincangan tak tentu arah. Gosip pun berkembang paling sempurna di warung kopi sehingga saya kerap mengatakan pada teman-teman, “Sumber fitnah paling subur itu ada di warung kopi.” Namun, belajar yang baik juga memungkinkan di warkop. Maka, kalau Anda mau mendirikan atau membuka warkop di wilayah Aceh, terutama Banda Aceh, jangan coba-coba kalau hanya satu pintu kedai dan usah dicoba-coba jika tidak memililiki fasilitas internet yang kencang. Seperti kata iklan, “Buat anak kok coba-coba. Maka, buka warung kopi jangan cuma kopi.”

Banda Aceh, 19 Juni 2011

Herman RN




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline