Lihat ke Halaman Asli

Tunjuki Kami Jalan Pulang

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

SUDAH fitrahnya menyongsong bulan Ramadan dan hari raya, banyak orang mudik. Mereka butuh jalan untuk pulang ke kampung masing-masing. Tentunya jalan yang aman dan nyaman dilalui, baik perjalanan siang maupun malam.

Alangkah miris hati saya membaca berita di sejumlah media, jalan lintas Geumpang-Meulaboh mulai ada perampokan. Satu keluarga dirampok saat melintas jalan tersebut. Para korban diminta terjun ke jurang (Serambi, 19 Agustus).

Ini adalah berita menarik sejak dibukanya jalan Geumpang menuju Meubaloh, pascatsunami lalu. Karena itu, saya terus menunggu-nunggu kelanjutan berita yang dimuat di halaman depan oleh media ini. Sayangnya, entah wartawan sengaja tidak mem-follow-up beritanya atau memang polisi tidak mau berkomentar tentang itu karena perampoknya bawa senjata, sampai sekarang soal perampokan dan jaminan kenyaman jalan lintas Geumpang belum ada.

Jalur Calang
Jalan lain menuju belahan Bumi Teuku Umar dan Bumi Teuku Cut Ali adalah jalur Calang, Aceh Jaya. Jalan ini, sebelumnya penuh rakit sehingga barangsiapa yang hendak bepergian semisal Banda Aceh-Meulaboh dan sebaliknya, harus menaiki banyak rakit. Akan tetapi, lintasan tersebut menjadi lebih baik masa pemerintahan Prof. Ibrahim Hasan, MBA. menjabat sebagai gubernur. Semua rakit ‘disulap’ menjadi jembatan. Nyamanlah pengguna jalan.

Seperti diketahui, musibah mahadahsyat gempa disusul tsunami akhir 2004 lalu telah meluluhlantakkan sebagian wilayah Aceh. Terparah pesisir barat. Jalan lintasan Banda Aceh-Calang menjadi ‘laut’ seketika. Hal ini membuat mata dunia terpaku pada Aceh. Bantuan mengalir, termasuk untuk pembangunan jalan lintasan Calang tersebut.

Tentu saja dana untuk membangun jalan itu tidak sedikit. Akan tetapi, lihainya pembangunan masa Badan Rehabilitasi Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias meyakinkan masyarakat bahwa pembangunan jalan itu tuntas pada 2010. Bahkan, menjelang berakhir tugas BRR, media sering memberitakan komitmen para penguasa, baik BRR maupun pemerintah, bahwa pembangunan jalan itu tuntas dan dapat dinikmati oleh masyarakat sebelum BRR ‘hengkang’ dari Aceh. Buktinya?

Ditinggal pergi oleh BRR, kendali rehabilitasi dan rekonstruksi dipegang Pemerintah Aceh. Sejak itu, jalan lintas Calang dapat dikatakan tidak tersentuh sama sekali. Bahkan, Pemerintah Aceh malah sibuk dengan urusan tetek bengek seperti penjualan besi jembatan dan penjualan hutan. Semua tahu bahwa para pejabat itu dapat menggunakan pesawat udara ke mana mereka mau pergi, termasuk ke pesisir barat-selatan yang paling terpencil. Namun, bagi masyarakat kecil, pedagang, dan mahasiswa, jalan darat dianggap paling efektif dan sesuai ‘kantong’. Alangkah malang nasib rakyat kecil terlebih lagi mahasiswa yang kuliah di Banda Aceh. Setahun sekali hendak mencium lutut orantuanya atau untuk melihat kubur orangtua mereka di kampung, tapi mereka tidak tahu harus pulang jalan mana. Lewat Calang hancur-hancuran, lewat Geumpang ada perampokan.

Tahun lalu, saya sendiri sempat melihat dan mengalami langsung macet di lumpur Calang hingga hampir dua jam. Mobil-mobil tak tentu arah lagi. Ada yang dari Banda Aceh, tapi kepala mobil malah sudah berbalik ke Banda Aceh lagi, demikian juga yang dari wilayah barat-selatan. Lumpur lebih tinggi daripada ban mobil L-300, kala itu.

Baru-baru ini saya kembali melewati lintasan tersebut. Karena cuaca sedang bagus (cerah), pengguna jalan jadi makan debu. Demikian juga dengan masyarakat kawasan tersebut. Dapat dibayangkan doa dan kutukan mereka untuk para pemimpin negeri ini saban hari oleh sebab musim hujan mereka ‘mandi lumpur’ dan musim panas ‘makan debu’. Saya khawatir, karena doa itu sudah dilisankan setiap hari oleh banyak orang bahkan orang teraniaya pula, suatu saat azab Tuhan benar-benar mengenai para pemimpin tanah ini, tidak terkecuali anggota dewan yang katanya pembawa aspirasi rakyat. Semoga tidak ada yang mengamini kalimat ini.

Betapa ketakutan akan jalan itu tidak dibangun semakin nyata dengan pemberitaan Serambi (Senin, 23 Agustus) kemarin. Pembangunan ruas jalan di Aceh dengan sistem multiyears berakhir, demikian kata berita. Sehari sebelumnya diberitakan pula bahwa Pemerintah Aceh sedang menggalakkan hubungan bilateral untuk pembangunan jalan lintas timur, Banda Aceh-Medan.

Semakin mafhum saya bahwa pembangunan jalan lintas Calang itu sengaja diperlambat-jika tak mau disebut memang tidak diopen-agar dapat dikapling-kapling sebagai proyek tahunan. Anehnya, anggota dewan diam saat pemerintah berdalih. Lembaga yang dianggap sebagai kontrol pemerintah ternyata malah dikontrol oleh pemerintah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline