Lihat ke Halaman Asli

Sikap Apatis terhadap Kebenaran

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Terkadang saya merasa heran dengan anak muda zaman sekarang, yang konon katanya mengaku modern dan memiliki pemikiran lebih maju. Mereka meyakini bahwa tidak ada yang disebut dengan suatu kebenaran absolute/kebenaran bersama, kebenaran hanya bersifat relatif, benar buat saya belum tentu bagi orang lain, karena masing-masing personal memiliki standarnya sendiri-sendiri, saya memiliki standarnya sendiri, pun bagi anda atau oranglain juga demikian memiliki standarnya sendiri. Entahapa yang dimaksud dengan “Standar” tersebut…?

Standar sepedamotor barangkali...? :)

Jadi teringat tempo dulu saat sekolah menengah, pak guru akan memberikan teguran bila ada siswa yang membolos, atau memberikan hukuman bagi siswa yang kedapatan merokok/memakai narkoba. Lantas kami pun akan menuruti dan mendengarkan arahan dari guru tersebut, serta berjanji tidak akan mengulangi sikap perbuatan buruk tersebut. Karena kebenarannya sikap tersebut memang tidak baik dan sangat merugikan.

Hal tersebut mungkin akan menjadi berbeda bila peristiwanya terjadi pada anak/siswa zaman sekarang yang konon katanya mengaku modern dan menganut paham relativisme kebenaran , bisa jadi akibat pemahaman relativisme tersebut. Seorang siswa sontak akan protes ketika ada seorang yang memberikan pengarahan, dengan berkata :

“Bolos sekolah perbuatan tidak baik kan menurut standar bapak,menurut standar saya sih tidak.”

“Siswa dilarang merokok/memakai narkoba, itukan atas dasar pemikiran bapak, bagi saya ada standar lain loh.”

begitulah gambaran contoh sederhananya, Meski menuliskannya sebagai suatu fiksi, kisah yang serupa sebenarnya sangat mungkin terjadi diluar sana . dampak dari paham pemikiran Relativisme, keraguan dan kerelatifan dijadikan sebagai nilai. Manusia digiring untuk tidak lagi meyakini kebenaran, padahal kebenaran adalah aset yang paling penting. Jika kebenaran hilang dari diri seseorang manusia, maka itu lebih buruk dari pada perbudakan.

Makna Relativisme seperti yang tertera dalam ensiklopedi Britannica :

“The doctrine that knowledge, truth, and morality exist in relation to culture, society, or historical context, and are not absolute.”

“Relativisme adalah Doktrin dimana ilmu, kebenaran, dan moralitas yang berlaku selalu terkait dengan budaya, social, dan konteks sejarah, dan tidak bersifat Absolut.”

Dengan katalain bila kebenaran relatif, maka artinya kebenaran itu hanya berlaku temporal,personal,parsial atau terkait dengan budaya tertentu. Tidak ada yang disebut dengan kebenaran abadi atau kebenaran bersama. Bila menurut kami zina(seks bebas )tu buruk/tidak baik? Maka penganut relativisme moral akan mengatakan bahwa itu sah-sah saja tergantung pada konteks budaya/situasi tertentu, maka bagi orang sekular, kejahatan zina/seks bebas tidak berlaku mutlak, jika seks bebas dilakukan atas dasar suka-sama suka dan sama-sama dewasa maka itu bukan sesuatu yang buruk.padahal seks bebas selain berbahaya jugasangat merugikan.

Adalah sangat fatal jika seseorang sampai mengatakan, bahwa saya tidak tahu kebenaran dan saya tidak tahu dia salah atau benar. Maka ujung pemahaman relativisme ini adalah sikap apatis terhadap kebenaran, sikap bebal, masa bodoh, tidak perduli mana yang benar dan mana yang salah. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline