Lihat ke Halaman Asli

Partai, Kredibiltas yang Terjun Bebas

Diperbarui: 10 September 2016   07:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: Techinasia.com

Suasana perpolitikan di tanah air berubah drastis pasca reformasi. Jika di era Orde Baru jumlah partai politik hanya dua, ditambah Golkar, pada Pemilu 2014 jumlah partai yang ikut telah berkembang menjadi 12. Bahkan pada Pemilu 1999, setahun setelah tumbangnya rezim Soeharto, jumlah partai membengkak hingga 48.

Indonesia memang negara yang menganut sistem kepartaian. Masyarakat yang ingin berpolitik secara aktif dapat menyalurkannya melalui partai. Pun seseorang yang ingin menduduki jabatan politis (presiden/kepala daerah) harus melalui partai.  Namun sejak 2004, untuk pemilu kepala daerah, ditelurkan wacana calon independen. Alasannya ketika itu, karena semua pintu demokrasi harus dibuka.  Tetapi kini kehadiran Calon Independen bukan lagi karena hal itu. Melainkan karena tingkat kepercayaan masyarakat pada partai politik terjun bebas.

Ya, partai politik memang identik bercitra buruk. Jika sebelum Orba kehadiran partai lain dirindukan, kini malah dianggap biang kerapuhan negara. Apalagi partai politik yang tengah berkuasa. Sudah berkuasanya pakai duit, ambil duit negara pula untuk balik modal. Dari hari ke hari masyarakat disuguhi aksi akrobatik para badut politik demi keuntungan pribadi atau kelompok (partai). Hampir tak ada kerja murni untuk negara. Itulah sebabnya, keinginan memiliki calon independen seakan tak terelakkan kembali, setidaknya untuk meminimalisir perilaku buruk pejabat yang berasal dari partai. Padahal, partai politik merupakan tiang demokrasi. Kehadiran calon independen tak boleh malah mendeparpolisasi, atau mengurangi peran partai politik. Itu malah tidak demokratis. Namun, apa mau dikata, masyarakat sudah muak.

Partai Perindo, hadir di tengah kondisi seperti itu. Terbayang betapa beratnya, bukan? Butuh kerja keras dari para kader untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat. Tidak heran, Ketua DPP Partai Perindo, Hary Tanoesoedibjo (HT), sampai memberikan wejangan khusus dengan mengatakan para kader harus punya nyali untuk menang. 

Kader atau pengurus yang tidak sanggup dipersilakan untuk mundur. Hal ini menurut HT karena Partai Perindo hadir karena ingin mengubah, bukan hanya meramaikan saja politik di Indonesia. Ketegasannya pernah disampaikannya dalam pelantikan 267 Dewan Pimpinan Ranting (DPRt) di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, baru-baru ini.

Memang, untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat, harus ada aksi nyata, bukan asal bunyi. Kalau asal bunyi,  sebagian besar masyarakat Indonesia sudah bosan  diberi janji-janji. Para kader Perindo harus langsung turun ke lapisan masyarakat paling bawah dan dengan antusias memberikan pelayanan. Di samping hal tersebut sikap dan perilaku juga harus terjaga. Jangan sampai ada yang tersangkut-sangkut kasus hukum. Karena dalam masyarakat mengenal itu ada dua, positif atau negatif. Kenal saja belum tentu mereka mau memilih, harus sampai taraf disuka (positif).

Untuk itu Partai Perindo harus banyak melakukan kegiatan positif. Mulai dari olahraga, sosial, penyuluhan, pembinaan UMKM dan lain-lainnya.

Ayo, ayo, ayo, para kader! Masih ada waktu...kenapa juga harus menunggu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline