Lihat ke Halaman Asli

AHMAD MUNIR

Pemerhati Lingkungan Hidup

Narasi Kritik Pemindahan Ibu Kota Perspektif Spasial

Diperbarui: 9 Desember 2019   08:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pendahuluan

Pemindahan Ibu Kota baru Indonesia sudah diumumkan. Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara di Provinsi Kalimantan Timur ditunjuk menjadi calon ibu kota negara yang baru. Walau tahap pemindahannya membutuhkan waktu, hingga lima tahun ke depan.

Tapi, dinamika politik sudah terasa sejak sekarang. Negara memang menghendaki ibu kota negara pindah dengan kebijakan politiknya, dan tentu pemindahan ini mengandung konsekuensi yang besar. Pemindahan ibu kota berdampak pada kemajuan dari satu sisi, tetapi juga memicu potensi kemunduran pada sisi lain. Sehingga, upaya menyeimbangkan keduanya patut dipikirkan.

Pemindahan ibu kota adalah kasus baru yang sangat lekat dengan agenda nasional, membangun Indonesia dari pinggiran, menumbuhkan pusat-pusat perekonomian baru, dan terahir menciptakan pemerataan ekonomi. Studi Geografi selalu berupaya menemukan jawaban atas gejala dan fenomena di permukaan bumi, sehingga perlu menjadi bahan kajian.

Narasi Kontra Pemindahan Ibu Kota

Sempat muncul beberapa narasi kontra, baik dari kalangan akademisi atau kalangan lain, yang condong pada argumentasi, masih banyak skala prioritas garapan pemerintah, pada sektor lain, yang memungkinkan Indonesia menghemat anggaran, dibanding membangun ibu kota baru.

Akan tetapi, narasi kontra ini juga tidak kunjung mendapat respon positif masyarakat. Masyarakat tampaknya, kuat mendukung narasi pemindahan ibu kota, sebagai jawaban atas persoalan klasik yang lama tidak terselesaikan, seperti pemerataan ekonomi dan infrastruktur daerah terdepan, terluar dan tertinggal.

Yang lebih tidak lazim, ada narasi kotra pemindahan ibu kota, yang muncul pada salah satu ceramah reuni 212, beberapa waktu lalu. Narasi kontra soal pemindahan ibu kota baru, lebih dikaitkan pada hal mistis, dan sifat buruk pada sekelompok orang. Pemindahan ibu kota, tentu tidak tepat dikaitkan dengan hal mistis atau sifat dan kepribadian seseorang (kelompok orang).

Sebagai domain kebijakan, isu kemampuan ibu kota mendukung kehidupan warganya yang lebih tepat untuk dinarasikan. Karena, wacana pemindahan ibu kota telah berkembang di dunia akademis demikian lama, dan banyak yang merekomendasikan untuk dipindahkan dengan berbagai argumentasi.

Tidak saja karena persoalan di Jakarta yang sudah kian menumpuk. Beban ibu kota untuk menyediakan berbagai fasilitas dan layanan publik sudah mulai terbatas.

Ide pemindahan ibu kota tentu sudah didasarkan pada kajian ilmiah tentunya. Jakarta sebagai ibu kota sekaligus pusat bisnis dan perdagangan, telah memicu banyak masalah, yang tentu tidak mudah untuk diatasi. Jika mengacu pada standar kepadatan penduduk, rata-rata orang hidup layak itu membutuhkan ruang yang layak pula, dan Jakarta sudah berkurang untuk menyediakan kebutuhan itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline