Tuhanku
apakah sesungguhnya arti kehendak-Mu
dengan tak menurunkan lagi seorang Nabi pun
untuk zaman yang membutuhkan lebih banyak Nabi-Nabi?
Siapa yang tak mengenal seorang Emha Ainun Nadjib, seorang budayawan yang komentarnya kritis sekaligus penuh dengan humor segar. Namanya tak asing lagi di telinga kita, terutama orang-orang zaman (old). Kalau generasi saat ini, mungkin banyak yang belum mengenal beliau. Tetapi, saya rasa dengan hadirnya teknologi yang kian canggih, sangat kebangetan jika anak muda tidak mengenal beliau ini.
Saya mengenal beliau yang akrab dengan sapaan Cak Nun melalui media sosial, terutama instagram dan YouTube. Kutipan-kutipan dari tulisan dan juga konten-konten beliau yang penuh inspirasi dan sangat mengena, membuat saya terkagum dan menjadikan beliau salah satu sosok inspirasi.
Karya-karya beliau tidak hanya sekadar menjadi hiburan sih, karena intisarinya mengandung banyak pemaknaan bagi setiap orang yang membaca. Buku yang ada di tangan saya kini merupakan terbitan ulang (2015), isinya sama; yaitu 99 puisi. Saya rasa buku ini wajib dibaca oleh anak-anak muda lainnya juga.
Membaca buku 99 untuk Tuhanku, menjadi perenungan bagi diri. Karena melalui puisi-puisi yang beliau paparkan, banyak hal yang menjadi semacam 'suluk transisi' bagi saya dalam mencari dan perjalanan untuk mendapatkan cinta Tuhan.
Sebagaimana yang beliau katakan dalam pengantar, puisi-puisi dalam buku ini "hanya" suatu sembahyang, tak lebih dan tak kurang. Sepenuhnya ditumpahkan kepada Allah swt.