"Gilang bangun, mandi dan siap-siap! Kamu gak lupakan kalau hari ini mau ke rumah kakek kamu di Jepara."
Suara Ibuku menggema diseluruh penjuru kamarku. Aku pun terbangun dengan malas-malasan, tak seperti biasanya yang sangat antusias jika diajak pergi ke kota yang memiliki julukan kota ukir itu. Hal itu dikarenakan rencana yang sudah aku persiapkan bersama teman-temanku, dua minggu yang lalu gagal total.
Aku ingin liburan kali ini ku habiskan bersama teman-temanku di Puncak Bogor, namun ayahku tiba-tiba mengajakku liburan di rumah kakekku. "Gilang, liburan semester ini kita pergi ke rumah kakek di Jepara, ke puncaknya nanti saja liburan semester depannya. Ada perang obor di sana, kamu belum pernah lihatkan?" Jelas ayahku kala itu.
Sehingga pagi-pagi buta hari ini, Ibuku sudah membangunkanku, padahal jarum jam masih menunjukkan pukul tiga pagi. Aku pun terpaksa bangkit dari tempat ternyamanku, melangkahkan kedua kakiku menuju kamar mandi. Tak membutuhkan waktu lama untuk berada di sana, lima belas menit kemudian aku sudah siap dengan semuanya. Aku berjalan keluar dari kamar dan mencari keberadaan kedua orang tuaku.
Siapa sangka, ternyata mereka sudah berada di dalam mobil. "Antusias sekali." Pikirku. Aku pun segera ikut masuk ke mobil. Selama diperjalanan ayahku terus bercerita tentang betapa meriahnya perang obor itu.
"Sejarahnya gimana Yah, kok sampai ada perang obor?" Tanya Ibuku setelah Ayah berhenti bercerita.
"Menurut cerita yang beredar di masyarakat setempat, tradisi obor-oboran pertama kali dilakukan Kyai Babadan dan Ki Gembong, Bun. Kyai Babadan mempercayakan ternaknya berupa sapi dan kambing untuk dikembalakan oleh Ki Gembong. Namun karena sering memancing ikan dan udang di sungai, ternak yang dipercayakan Kyai Babadan malah terlupakan dan jatuh sakit, bahkan ada yang mati. Kyai Babadan pun tak terima, kemudian memukul Ki Gembong dengan menggunakan obor dari pelapah kelapa, sedangkan Ki Gembong yang merasa posisinya terancam pun melakukan hal yang serupa." Jelas Ayah menjeda ceritanya.
"Gilang tau gak kelanjutannya kayak apa?" Tanya Ayah tiba-tiba.
"Pastinya mereka berdua meninggallah, Yah. Terus sebagai bentuk perhormatannya para penduduk di sana ikut melakukan hal itu karena terkesan unik." Jawab Gilang dengan penuh keyakinannya.
"Salah." Balas ayah.
"Lha terus gimana, Yah?"