Timnas Indonesia bisa menang, walau tidak menjadikannya juara. Ini lebih realistis.
Kekalahan 4 gol tanpa balas pada leg pertama menjadikan perjuangan Timnas Indonesia meraih juara piala AFF 2020 sangat tidak mudah, bahkan boleh dikatakan mustahil.
Kalau pun ada yang mengatakan "tidak ada yang tidak mustahil" ; 'masih ada keajaiban; : 'bola itu bundar' ; 'masih ada kesempatan' dan pernyataan sejenisnya tentu tidak bisa disalahkan.
Semua hal tersebut berada di masa depan. Didalamnya memuat ketidakpastian--yang ternyata memberikan banyak pilihan untuk bisa terjadi.
Hanya saja kita perlu realistis. Setidaknya dalam hal paling mungkin untuk diwujudkan saat ini, yakni laga leg ke dua. Semua hal di leg ke dua merupakan hal baru bagi Timnas Indonesia maupun Timnas Thailand.
Kedua timnas itu memasang strategi baru seturut target dan kepentingannya untuk meraih kehormatan laga. Strategi itu merupakan alat utama!
Kedua timnas itu sudah saling kenal. Masing-masing tahu kelebihan dan kekurangan tim lawannya. Jadi, urusan strategi bukan hanya taktikal-teknikal permainan, melainkan juga strategi peruntuhan psikological lawan.
Pada leg pertama, Thailand memenangkan strategi psikologikal yang kemudian dijadikan bahan bakar pertamax untuk bekerjanya mesin teknikal tim. Disaat yang sama, kekalahan psikologikal Timnas Indonesia menjadi perusak mesin teknikal mereka sehingga jadi lemah atau bekerja tidak optimal.
Kekalahan pada leg pertama adalah masa lalu. Semuanya yang sudah berlalu. Bagaimana dengan leg kedua?
Leg kedua menandai belum ada kepastian kemenangan atau kekalahan bagi kedua timnas itu. Disinilah peluang Timnas Indonesia meraih kehormatan pertandingan.
Leg kedua adalah masa depan, yang menawarkan sebuah kepastian, yakni ketidakpastian. Thailand yang dianggap sebagai tim kuat turut mengalami ketidakpastian itu.