Penentu hasil akhir laga pertama bukan Shin Tae-yong, melainkan Ikhsan Fandi si Perusak harapan.
Bagi Timnas Indonesia, hasil seri 0:0 di laga ke I bukan hal terbaik dan bukan pula terburuk. Untuk meraih terbaik masih ada kesempatan ke 2, namun dibayangi hal terburuk. Ini jadi perkara tersendiri.
Masih ada sumur di ladang untuk Indonesia dan Singapura berjumpa lagi. Pada leg ke 1, Indonesia yang numpang mandi di sumur Singapura. Selanjutnya pada leg ke 2, gantian Singapura yang numpang mandi di sumur Indonesia.
Celakanya, Timnas Singapura diuntungkan. Sumur itu miliknya. Timnas Indonesia hanya "ecek-ecaknya" dipinjamkan. Cuma sebentar.
Serasa punya sumur sendiri di tanah lawan itu tetap bikin sensi. Singapura tentu tetap merasa lebih 'at home' saat numpang mandi di sumur itu.
Mereka bisa nakal dan leluasa menarik sarung Indonesia yang kedodoran karena gugup dan malu-malu. Lalu mereka biarkan Indonesia pulang--tanpa diantar.
Shin Tae-yong bukan tak paham situasi sensi itu. Mungkin akan dipasangnya sarung berlapis, dengan ikatan yang kuat dipinggang.
Disisi lain, para pemain Indonesia jangan mau bila pemain Singapura menawarkan diri untuk menggosokkan sabun ke badan, atau menyiramkan air. Dari situ mereka bisa mendadak nakal, ditariknya sarung kita.
iiiih sebel deh!
---
peb22122021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H