Pertama saya haturkan keprihatinan yang mendalam kepada sahabat saya Prof. Felix Tani. Saat ini beliau mungkin sedang bersedih hati karena label "Pilihan" pada salah satu artikelnya dicopot admin. Kini artikel itu bergentayangan tanpa label.
Kesedihan membuat Prof Felix Tani kehilangan nafsunya. Prof Felix Tani tetap diam saat digoda Mas Karso dengan manja. Padahal hari ini Mas Karso memberikan soto itu gratis!
Ini peristiwa langka, Mas Karso hampir tidak pernah memberikan soto gratis sepanjang karirnya sebagai sotoer.
Tapi apa mau dikata, Soto Mas Karso kini tak mampu menggantikan label "Pilihan" yang terlanjur dicopot admin.
Saya mencoba untuk menganalisa dengan sudut pandang "Posmodernisme". Ini sebuah paham yang menurut Frederic Jameson bukan kritik satu bidang saja, tetapi semua bidang. Ciri pemikirannya bersifat pluralitik, yakni setiap orang boleh berbicara dengan bebas sesuai pemikirannya. Tercipta pluralitas yang nganu pada setiap anu.
Pascamodernisme ini menolak arogansi dari setiap teori, sebab setiap teori punya tolak pikir masing-masing dan hal itu berguna. Jadi sudut padang analisa permaslahan artikel Prof. Felix Tani sejatinya tidak masif dari satu teori.
Saya mulai dari pertanyaan "Apakah copotnya label itu karena admin melakukan kesalahan? Tentu saja tidak, karena admin tidak pernah salah.
Hal tersebut berkebalikan dengan Prof Felix Tani, yang telah salah salah gaul dengan "Acek" Rudy Gunawan. Saya dan para admin juga bergaul intim dengan Acek Rudy, tapi kami lakukan secara diam-diam, sehingga tidak ketahuan dan tidak bisa salah! Heu heu heu...
Pergaulan bebas Prof. Felix Tani dengan Acek Rudy Gunawan itu menyebabkan Prof Felix Tani terpapar paham Khamasutra secara "nanggung". Akibatnya, satu artikelnya tentang "anu" dinilai tanggung, atau tidak sepenuhnya menampilkan ke-Khamasutra-an.
Artikel Khamasutra yang "tanggung" tentu saja bikin para pembacanya merasa "nanggung". Ini merupakan suatu kondisi yang tidak enak. Tidak nyaman. Tidak nikmat.